Driver mau jadi umkm
Ekbis

SPAI Desak Pengakuan Status Pekerja bagi Driver Ojol, Bukan Kategori UMKM

Channel9.id, Jakarta – Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) menilai rencana Kementerian Koperasi dan UKM untuk menggolongkan pengemudi ojek online (ojol) sebagai pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) berpotensi mengaburkan status hukum para pekerja di sektor transportasi digital. SPAI menegaskan bahwa para pengemudi lebih tepat diakui sebagai pekerja platform, bukan pelaku usaha mandiri.

Ketua SPAI Lily Pujiati menjelaskan bahwa hubungan antara pengemudi ojol dan perusahaan aplikasi sudah memenuhi unsur hubungan kerja sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan — yaitu adanya pekerjaan, upah, dan perintah.

“Ketiga unsur itu jelas ada di aplikasi. Platform menentukan pekerjaan berupa pengantaran penumpang, barang, dan makanan. Pendapatan pengemudi dipotong hingga 70%, dan mereka bisa dikenai sanksi jika menolak pesanan. Itu hubungan kerja, bukan kemitraan,” ujar Lily, Rabu (22/10/2025).

Menurutnya, dengan pengakuan sebagai pekerja, pengemudi ojol, taksi daring, dan kurir logistik akan memperoleh hak-hak normatif yang jauh lebih luas dibandingkan insentif yang dijanjikan oleh Kemenkop UMKM, seperti upah minimum, lembur, waktu kerja 8 jam, cuti haid dan melahirkan, serta jaminan pesangon.

Lily juga menekankan bahwa para pengemudi memiliki hak untuk mendirikan serikat pekerja dan melakukan perundingan bersama dengan perusahaan aplikasi agar tidak terjadi pemutusan kemitraan secara sepihak.

Ia mengingatkan bahwa dalam sidang Organisasi Buruh Internasional (ILO) tahun ini, pemerintah Indonesia telah menyatakan komitmennya untuk mengakui pekerja ekonomi digital sebagai bagian dari tenaga kerja formal di sektor platform.

“Oleh karena itu, kami mendesak Presiden Prabowo segera mengesahkan Peraturan Presiden tentang Pelindungan Pekerja Transportasi Online. Regulasi ini penting agar ada keselarasan antarkementerian dan tidak muncul kebijakan sepihak tanpa dasar hukum,” tegas Lily.

Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM Maman Abdurrahman tengah menyiapkan aturan yang akan memasukkan pengemudi ojek daring dalam kategori UMKM. Menurutnya, kebijakan tersebut dimaksudkan untuk memperkuat perlindungan sosial dengan berbagai insentif, seperti pajak final 0,5%, BBM bersubsidi, pembiayaan usaha, dan jaminan kesehatan.

Namun, kalangan pekerja menilai pendekatan itu justru berpotensi memperlemah posisi tawar pengemudi di hadapan perusahaan aplikasi karena menempatkan mereka sebagai pelaku usaha, bukan buruh dengan hak normatif.

Langkah pemerintah ini pun menjadi sorotan karena menyentuh dua kepentingan besar: perlindungan pekerja digital dan regulasi ekonomi berbasis platform, yang keduanya kini tengah menjadi isu global dalam ekonomi kerja masa depan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  75  =  79