Oleh: Awalil Rizky*
Channel9.id-Jakarta. Pidato pelantikan Presiden dimulai dengan yang disebut mimpi tentang pendapatan di masa mendatang. Dikatakan, “Mimpi kita, cita-cita kita di tahun 2045 pada satu abad Indonesia merdeka mestinya, Insya Allah, Indonesia telah keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah. Indonesia telah menjadi negara maju dengan pendapatan menurut hitung-hitungan Rp320 juta per kapita per tahun atau Rp27 juta per kapita per bulan. Itulah target kita. Target kita bersama.”
Sepintas, target sebesar itu seperti mimpi. Bayangkan, jika satu keluarga terdiri dari 4 orang, maka pendapatannya akan mencapai 108 juta rupiah per bulan. Terkesan begitu tinggi dan terbayang akan kesejahteraan hidup mereka dengan pendapatan tersebut.
Namun, mari kita cermati dengan perhitungan yang sedikit lebih jeli. Pertama, tahun 2045 masih butuh waktu 26 tahun lagi dari sekarang. Presiden memang mengatakan mimpi itu telah berdasar hitung-hitungan. Tentu boleh, kita mencoba ikut menghitungnya juga.
Pendapatan per kapita yang diwakili oleh data Produk Domestik Bruto per kapita BPS tahun 2018 sebesar Rp56 juta rupiah. Sedangkan target tahun 2045 adalah sebesar Rp320 juta, yang berarti sekitar 5,71 kali lipatnya. Untuk mencapainya, dalam waktu 27 tahun dari tahun 2018 itu, diperlukan pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 6,57%.
Data BPS mencatat PDB per kapita tumbuh 10,77 kali lipat selama 20 tahun, dari Rp5,2 juta (1999) menjadi Rp56 juta (2018). Bertambah sebanyak 6,02 kali lipat dalam 15 tahun terakhir, jika dilihat tahun 2003 sebesar Rp9,3 juta. Tumbuh 2,62 kali lipat dalam 10 tahun ini, jika dilihat tahun 2008 telah mencapai Rp21,4 juta.
Pertumbuhan rata-rata PDB per kapita selama 19 tahun terakhir, tahun 1999 sampai dengan tahun 2018 adalah sebesar 13,5% per tahun. Selama 15 tahun terakhir, rata-rata sebesar 12,84% per tahun. Selama 10 tahun terakhir, rata-rata sebesar 10,16% per tahun.
Data memang menunjukkan melambatnya laju pertumbuhan itu selama era pemerintahan Jokowi. Selama 4 tahun, rata-rata hanya tumbuh 7,52%. Dengan prakiraan PDB per kapita tahun 2019 akan mencapai Rp60,5 juta, maka pertumbuhan rata-ratanya naik sedikit menjadi 7,63%.
Dengan demikian, pertumbuhan PDB per kapita sebesar 6,57% per tahun seperti perhitungan yang disebut mimpi itu justru mengasumsikan perlambatan signifikan. Bagaimana mungkin, kita mimpi untuk tumbuh lebih lambat di masa mendatang.
Dapat saja dikemukakan argumen bahwa makin tinggi pendapatan, maka persentasi kenaikannya menjadi lebih sulit ditingkatkan. Pendapatan tetap naik, namun dengan lajun yang lebih lambat. Bagaimanapun, perhitungan target dalam pidato itu tetap terlampau rendah. Setidaknya, bisa diasumsikan di kisaran 7,5% hingga 8% per tahun. Besaran itu saja baru merupakan target yang wajar. Tidak berhasil mencapainya dapat diartikan pengelolaan dan pembangunan ekonomi tidak berjalan secara baik.
Jika memakai asumsi atau perhitungan pertumbuhan sebesar 7,5% per tahun, maka PDB per kapita tahun 2045 akan mencapai Rp395 juta. Dengan asumsi pertumbuhan sebesar 8%, maka akan mencapai Rp448 juta.
Dapat disebut target yang tinggi atau “bermimpi”, jika jauh di atas itu. Target atau mimpi demikian masih cukup masuk akal jika dipatok pertumbuhan rata-rata sebesar 10%. Pendapatan per kapita tahun 2045 akan mencapai Rp735 juta. Atau sebesar Rp61 juta per bulan.
Target atau mimpi harus disusun melalui perencanaan pembangunan yang baik. Diterjemahkan dalam berbagai kebijakan ekonomi yang konsisten, meski ada pergantian pemerintahan. Kemudian diupayakan melalui kerja keras seluruh komponen bangsa.
Kedua, PDB per kapita sejatinya kurang bermakna, jika tidak dikaitkan dengan beberapa indikator lainnya. Dua diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi (PDB atas dasar harga konstan) dan tingkat inflasi. Pendapatan secara nominal yang naik tinggi menjadi kurang berarti jika disertai inflasi yang tinggi pula. Baru akan mencerminkan perkembangan yang menggembirakan jika disertai dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Publik telah cukup faham bahwa pendapatan yang naik menjadi tidak terasa jika diiringi dengan naiknya harga-harga barang. Terutama barang dan jasa yang menjadi kebutuhan hidup sehari-hari.
Pengertian inflasi sebenarnya tidak hanya dalam hal harga-harga barang, melainkan juga nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Sejauh ini, kurs yang paling diperhitungkan sebagai indikator adalah terhadap dolar Amerika.
Jika dikaitkan dengan bagian pidato tentang mimpi Indonesia keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah, maka perhitungan yang lazim adalah dalam denominasi dolar Amerika. Perhitungannya memerlukan asumsi tentang nilai kurs di masa mendatang.
Tentang topik jebakan dimaksud akan dibahas saya bahas pada tulisan lainnya. Tulisan ini hanya menyampaikan pandangan bahwa yang disebut mimpi dan target bersama dalam pidato tampaknya kurang berdasar perhitungan yang cermat. Angka pendapatan per kapita sebesar Rp320 juta per tahun atau Rp27 juta per bulan bukanlah mimpi. Bukan karena terlalu muluk, justru terlampau rendah. Tidak layak sebagai mimpi.

Chief Economist Institut Harkat Negeri (IHN)*