Oleh: Dr. Usmar. SE.,MM
Channel9.id – Jakarta. Ibadah haji merupakan rukun Islam yang kelima dan Wajib ditunaikan bagi orang Islam yang sudah mampu. Karena itu seiring dengan kemajuan ekonomi masyarakat, dapat dipahami jika jumlah masyarakat Indonesia yang ingin menunaikan rukun Islam kelima ini semakin meningkat tiap tahunnya.
Hanya saja memang peningkatan jumlah jamaah haji Indonesia ini, tidak linear dengan peningkatan jumlah kuota yang diterima dari Kerajaan Arab Saudi yang sejak tahun 2017 masih berkisar antara 220.000 hingga 221.000 orang jamah per tahun.
Karena itu dampak lanjutannya yang tak terhindarkan adalah waktu tunggu antrian yang lama bagi jamaah haji Indonesia yang mau berangkat haji.
Misalnya untuk daerah Jawa Tengah dan Bengkulu, waktu tunggunya bisa mencapai 21 tahun. Bahkan Sulawesi Selatan jika ingin berhaji dan mendaftar saat ini maka harus menunggu setidaknya 38 tahun kemudian untuk bisa berangkat.
Meski sebenarnya sudah ada upaya dari pemerintah mengajukan usulan permintaan ke Pemerintah Arab Saudi untuk menaikkan jumlah kuota Jamaah haji asal Indonesia hingga mencapai 250.000 orang per tahun, namun belum disetujui mengingat ketersediaan fasilitas di Arab Saudi.
Mengenal Arab Saudi
Arab Saudi memiliki luas hingga 2 juta kilometer persegi, atau sekitar 2.240.000 Km2 yang meliputi keseluruhan Semenanjung Arab.
Terbentuknya negara Arab Saudi oleh Ibnu Saud di tahun 1932, setelah bergabungnya 4 wilayah yakni Hejaz, Najd, Arabia Timur, dan Arabia Selatan.
Sumber devisa Arab Saudi sebagian besar berasal dari ekspor minyak. Ladang- ladang minyak yang utama terdapat di daerah Damman, Dahran, Ghawar, Abqaq, Hassa dan Riyadh. Kontribusi minyak dan gas ke pendapatan negara Saudi mencapai 87 persen.
Namun dengan harga minyak terus menurun sejak tahun 2015, maka pada April 2016, Draft reformasi ekonomi yang diberi nama Visi 2030 disahkan oleh kabinet negara tersebut. Upaya ini dilakukan oleh Pangeran Mohammed bin Salman dalam upaya negaranya untuk mengurangi ketergantungan dari pendapatan minyak.
Adapun kebijakan reformasi ini berisi sejumlah perombakan kebijakan dalam bidang perekonomian yang bertujuan untuk mencapai diversifikasi ekonomi. Target jangka panjang dari Visi 2030 ini adalah mengurangi ketergantungan Arab Saudi pada sektor minyak bumi sebagai basis penerimaan negara. Karena itu dalam beberapa tahun terakhir ini pemerintah Arab Saudi mulai mempromosikan sektor pariwisata mereka.
Peniadaan Keberangkatan Jemaah Haji Indonesia 2021
Dengan jumlah calon jamaah Haji sekitar 220.000 orang, tentu dibutuhkan perencanaan dan persiapan yang butuh cukup waktu. Apalagi 60 persen dari total kuota 220 ribu calon haji tersebut adalah jamaah berusia lanjut.
Hal lainnya adalah bahwa dalam Kondisi Pandemi Covid-19 ini, selain untuk persiapan terkait visa, penerbangan, dan layanan di Saudi juga ditambah kebijakan keharusan karantina 14 hari sebelum keberangkatan dan saat kedatangan.
Untuk itulah Pemerintah Indonesia berharap batas waktu kepastian tentang keberangkatan jamaah haji yang diminta, dari Arab Saudi adalah tanggal 28 Mei 2021, mengingat rencanana keberangkatan kloter pertama pada 26 Juni 2021.
Namun melihat sampai saat ini, hinggal tanggal 3 Juni 2021, jika merujuk surat Dubes Arab Saudi yang dikirim kepada Ketua DPR RI Ibu Puan Maharani, bahwa belum ada keputusan tentang hal tersebut, maka beralasan kuat jika Indonesia membatalkan keberangkatan Jamaah Haji untuk tahun 2021 ini.
Dan hal ini juga sejalan dengan pendapat dan saran dari Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti meyakini keputusan itu mengutamakan keselamatan jemaah. “Umat Islam sebaiknya memahami kondisi yang belum aman. Di dalam ajaran Islam, menjaga keselamatan jauh lebih utama dan hendaknya lebih diutamakan”.
Kontribusi Ekonomi Jamaah Haji
Jumlah jemaah yang datang ke Arab Saudi untuk beribadah haji setiap tahun mencapai lebih dari 2,5 juta orang. Sehingga besarnya penerimaan yang diterima pemerintah Arab Saudi setiap tahunnya dari penyelenggaraan haji mencapai 12 miliar dollar AS atau sekitar Rp 177,139 triliun (kurs Rp 14.700).
Bahkan jika digabung dengan pendapatan dari jemaah yang umrah, potensi pendapatan yang masuk ke Arab Saudi mencapai 200 miliar riyal pada tahun 2020.
Karena itu sesuai dengan Visi 2030, Putra Mahkota Mohammed bin Salman, berencana untuk meningkatkan kapasitas haji menjadi 30 juta jemaah setiap tahun dan menghasilkan sebanyak 50 miliar riyal (13,32 miliar dollar) pendapatan pada tahun 2030.
Tentu saja, selain pendapatan langsung dari jemaah haji, Kerajaan Arab Saudi juga akan mendapatkan multiplier efek dari peredaran uang pengeluaran belanja dari para jamaah haji selama di Kota Suci.
Dan pemasukan terbesar Arab Saudi dari jemaah haji, adalah berasal dari Indonesia yang menyumbang pendapatan hingga 940 juta dollar AS.
Dampak Pamdemi Covid-19 Terhadap Ekonomi
Persoalan ekonomi yang dihadapi oleh Arab Saudi, selain turunnya harga minyak dunia, juga persoalan demografi. Lebih dari 50% populasi penduduknya adalah generasi berusia di bawah 25 tahun, artinya kebutuhan akan lapangan kerja baru juga meningkat.
Seperti kita ketahui bahwa bebih dari 70% tenaga kerja di Arab Saudi bekerja sebagai pegawai pemerintah, khususnya pada perusahaan minyak.
Nah, dengan terjadinya pandemi Covid-19, kemudian pemerintah Arab Saudi menghentikan seluruh kedatangan jemaah haji dan umrah di tahun 2020 lalu, telah membuat bisnis di Mekkah dan Madinah yang menggantungkan hidup pada jemaah haji mengalami kerugian besar dan bahkan roda ekonomi di Mekkah dan Madinah lumpuh.
Dampaknya, banyak pemilik usaha terpaksa harus mengurangi karyawan dalam batas paling minimal untuk sekadar bisa tetap bertahan.
Saat ini ekonomi Arab Saudi bisa dikatakan dalam periode yang paling sulit. Dan jika ini berlanjut, juga akan terdampak pada negara-negara lain, mengingat Arab Saudi menampung sekitar 10,4 juta pekerja migran, dimana sebesar 75% diantaranya berasal dari India, Pakistan, Bangladesh, Mesir, dan Filipina, bahkan Mesir sendiri memiliki 2 juta pekerja migran di Arab Saudi.
Karena itu, persoalan pelaksanaan Ibadah Haji dan Umrah, antara Indonesia dan Arab Saudi, bukanlah persoalan tunggal sebuah negara saja.
Bukan hanya kepentingan umat Islam Indonesia saja dalam kewajibannya menjalankan rukun Islam yang kelima, tapi juga kebutuhan Arab Saudi dalam upaya mensukseskan Visi 2030 yang sudah mereka jalankan bertujuan untuk mencapai diversifikasi ekonomi.
Indonesia sebagai negara penganut Islam terbesar di dunia, dan terbesar juga dalam jumlah masyarakatnya yang menjalankan ibadah haji dan Umrah. Sehingga dengan jumlah jemaah haji sekitar 220.000 dengan besaran biaya haji di Indonesia pada tahun 2021, yaitu reguler dimulai dari $9000, sedangkan untuk biaya haji plus mulai dari $ 13000, ditambah biaya umrah dan keuntungan multiplier efek lainnya, jemaah yang datang, tentu pembicaraan tentang ibadah haji adalah dua hal yang mutual simbiosis bagi kedua negara.
Penulis adalah Ketua LPM Universitas Moestopo (Beragama) Jakarta





