Ancaman Turunya Nilai Investasi Pemeintah pada BUMN
Opini

Ancaman Turunnya Nilai Investasi Pemerintah pada BUMN

Oleh: Awalil Rizky*

Channel9.id-Jakarta. Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dialokasikan tiap tahun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Tidak dicatat sebagai bagian dari Belanja Negara, melainkan sebagai pengeluaran investasi yang masuk dalam pos Pembiayaan Anggaran. PMN antara lain menimbulkan hak berupa kepemilikan pemerintah.

Nilai PMN (dahulu disebut Penyertaan Modal Pemerintah) kepada BUMN berfluktuasi tiap tahun APBN. Begitu pula dengan jumlah BUMN yang menerima. Sebagian BUMN telah memperoleh beberapa kali pada tahun anggaran berbeda.

Sesuai undang-undang, BUMN merupakan badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.

Sebagai kekayaan negara yang dipisahkan, maka tidak seluruh aset BUMN dicatat sebagai kekayaan atau aset pemerintah. Nilai aset BUMN yang tercatat dalam Neraca Pemerintah Pusat hanya terkait investasi jangka panjang permanen yang dimiliki oleh pemerintah.

Dengan demikian terdapat dua data penting terkait PMN kepada BUMN. Berupa catatan arus dana tiap tahun APBN sebagai pengeluaran pembiayaan anggaran. Dan nilai total investasinya pada akhir tahun yang dilaporkan dalam Neraca Pemerintah Pusat.

Selama era pemerintahan Presiden SBY pertama (2005-2009), total nilai PMN kepada BUMN sebagai arus dana sebesar Rp19,04 triliun. Pada periode keduanya (2010-2014) meningkat menjadi sebesar Rp27,9 triliun.

Baca juga: Catatan Arah Kebijakan Belanja RAPBN 2022

Pemerintahan Presiden Jokowi pertama (2015-2019) meggandakan PMN kepada BUMN, hingga mencapai Rp142,77 triliun. Berdasar outlook APBN 2021 dan APBN 2022, nilainya selama tiga tahun era kedua telah dialokasikan sebesar Rp141,07 triliun.

Alasannya terutama karena penugasan BUMN pada proyek strategis nasional. Belakangan ditambah dengan alasan mendukung program penanganan pandemi covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional.

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2020 yang antara lain berupa Neraca Pemerintah Pusat. Disajikan nilai investasi dari PMN kepada BUMN per tanggal 31 Desember 2020 sebesar Rp2.343,39 triliun.

Nilai investasi tersebut secara umum dihitung menggunakan metode ekuitas. Selain faktor arus PMN tiap tahun, dipengaruhi perubahan kinerja keuangan dari BUMN. Dalam hal nilai aset BUMN dimungkinkan revaluasi. Revaluasinya harus mengikuti prosedur dan peraturan untuk BUMN.

Sekali lagi, tidak seluruh aset BUMN dicatat sebagai aset dalam Neraca pemerintah. Sebagai contoh, nilai aset BUMN per 31 Desember 2020 dilaporkan mencapai Rp9.491 triliun. Nilai Investasi PMN kepada BUMN hanya merupakan komponen dari satu kelompok jenis aset, yang disebut Investasi Jangka Panjang.

Sebagai tambahan informasi, total aset Pemerintah Pusat dalam Neraca per 31 Desember 2020 sebesar Rp11.099 triliun. Terdiri dari: Aset Lancar (Rp665 triliun), Investasi Jangka Panjang (Rp3.173 triliun), Aset Tetap (Rp5.976 triliun), Piutang Jangka Panjang (Rp59 triliun), dan Aset Lainnya (Rp1.225 triliun).

LKPP tahun 2020 menyajikan rincian dari total nilai investasi sebesar Rp2.349 triliun pada masing-masing BUMN. Terdapat 107 BUMN yang masuk dalam pembinaan Kementerian BUMN dan 4 BUMN dalam binaan Kementerian Keuangan.

Nilai investasi akhir tahun 2020 tersebut mengalami penurunan sebesar 0,16% dibanding posisi akhir tahun 2019. Meski hanya sedikit, merupakan yang pertama kali terjadi penurunan selama belasan tahun terakhir.

Sebelumnya selalu tercatat mengalami kenaikan. Bahkan, sempat naik berlipat pada tahun 2015. Nilainya pada tahun 2015 meningkat 101,92% dibanding tahun 2014, karena adanya revaluasi pada beberapa BUMN berukuran besar.

Meski nilainya secara total sedikit menurun, sebagian BUMN masih tercatat mengalami kenaikan. Sebagian lagi mengalami penurunan, bahkan tidak dicantumkan nilainya. Tidak adanya nilai investasi BUMN yang bersangkutan antara lain karena ekuitasnya yang telah minus.

Salah satu contohnya adalah PT. Garuda Indonesia yang ekuitasnya bernilai minus Rp13,65 triliun pada akhir tahun 2020 (unaudited dalam LKPP 2020). Porsi kepemilikan pemerintah masih dicatat sebesar 60,54%. Ekuitasnya pada tahun 2019 sebesar Rp10,21 triliun, dan kepemilikan pemerintah sebesar Rp5,96 triliun. Sedangkan pada tahun 2018, ekuitas tercatat Rp13,18 triliun dan kepemilikan pemerintah sebesar Rp7,57 triliun.

Contoh dua BUMN lain yang berukuran besar namun nilai kepemilikan pemerintah tidak disajikan karena ekuitasnya minus pada tahun 2020 adalah PT ASABRI dan PT Asuransi Jiwasraya. Kedua BUMN tersebut sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah atau porsinya sebesar 100%.

Kondisi keuangan yang buruk pada beberapa BUMN makin mengemuka kepada publik belakangan ini. Pada umumnya terkait dengan kondisi arus kas dan secara lebih khusus pada beban pembayaran kewajiban atau utang BUMN bersangkutan. Kondisi itu dapat saja berdampak pada laporan neraca akhir tahun, dan juga nilai kepemilikan Pemerintah.

Dalam kondisi demikian, Pemerintah sebaiknya meningkatkan keterbukaan informasi kepada publik, agar tidak berkembang menjadi rumor yang berdampak buruk. Terkesan selama ini, publik hanya mengetahui ketika kondisi keuangan suatu BUMN telah buruk atau sangat buruk.

Bagaimanapun, ada porsi kepemilikan negara yang bahkan mencapai 100% pada beberapa BUMN berukuran besar. Sebagian BUMN tersebut telah menerima PMN berkali-kali melalui APBN. Jika nilai ekuitasnya minus dan berpotensi menjadi bernilai nihil bagi pemerintah ketika terpaksa dijual, maka pada dasarnya telah terjadi kerugian keuangan negara.

Transparansi yang lebih baik juga untuk menghindari dalih segala soalan merupakan dampak dari pandemi. Tiap rupiah, apalagi mencapai triliunan rupiah, mesti dipertanggungjawabkan secara sungguh-sungguh oleh mereka yang terlibat. Kondisi buruk saat ini justru merupakan momen perbaikan mendasar pada pengelolaan BUMN.

*Ekonom

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  70  =  75