Ekbis Opini

Catatan Arah Kebijakan Belanja RAPBN 2022

*Oleh: Awalil Rizky

Channel9.id-Jakarta. “Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Struktural” dinyatakan sebagai tema kebijakan fiskal dan RAPBN tahun 2022. Nota Keuangan menjelaskan empat pokok kebijakan fiskal disertai narasi dan informasi data pendukungnya. Arah kebijakan belanja negara pun dijelaskan sebagai bagian dari itu.

Akan tetapi, pencermatan atas rincian postur belanja negara mengindikasikan banyak hal yang tidak sesuai dengan pokok kebijakan fiskal yang diusung. Sekaligus kurang mendukung arah kebijakan belanja.

Empat pokok kebijakan fiskal RAPBN 2022 adalah: (1) Pemantapan pemulihan ekonomi dengan tetap memprioritaskan penanganan sektor kesehatan; (2) Program perlindungan sosial yang memperkuat fondasi kesejahteraan sosial, mengentaskan kemiskinan dan kerentanan; (3) Mendukung peningkatan daya saing dan produktivitas dengan implementasi reformasi struktural dan reformasi fiskal; (4) Optimalisasi pendapatan dan penguatan spending better.

Arah kebijakan belanja negara dijelaskan terdiri dari tiga hal. Pertama, penguatan pemulihan ekonomi dan reformasi struktural. Diarahkan pada reformasi SDM unggul (kesehatan, perlindungan sosial, pendidikan) dan transformasi ekonomi (infrastruktur dan birokrasi).

Kedua, penguatan spending better. Antara lain melalui: a. Fokus pada belanja prioritas dan berorientasi hasil; b. Efisiensi belanja non-prioritas di pusat dan daerah: c. Antisipasi terhadap ketidakpastian; d. Efektivitas bantuan sosial dan subsidi.

Ketiga, Transfer Ke Daerah dan Dana Desa diarahkan untuk pemulihan ekonomi dan peningkatan kualitas guna mendukung peningkatan kinerja daerah.

RAPBN 2022 merencanakan belanja sebesar Rp2.708,68 triliun. Sedikit meningkat dari outlook atau prakiraan pemerintah atas realisasi APBN 2021 yang sebesar Rp2.697,24 triliun.

Belanja negara terdiri dari Belanja Pemerintah Pusat (BPP) sebesar Rp1.938,27 triliun, dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar Rp770,41 triliun. Dibanding outlook APBN 2021, BPP naik sebesar 0,58%, sedangkan TKDD relatif setara atau hanya naik 0,02%.

Alokasi TKDD yang tidak mengalami kenaikan tampak tidak mendukung penyebutannya sebagai salah satu arah kebijakan belanja di atas tadi. Bahkan, terjadi penurunan dalam alokasi Dana Desa. Alokasi APBN 2021 sebesar Rp72 triliun dan outlook realisasinya mencapai Rp71,87 triliun. Turun menjadi Rp68 triliun atau turun 5,4% dari outlook.

Baca juga: Ancaman Gagal Bayar Utang BUMN Nonkeuangan

Padahal, Nota Kuangan RAPBN 2022 mengedepankan keberhasilan kebijakan penggunaan Dana Desa pada tahun 2020. Ketika itu difokuskan untuk kegiatan penanganan pandemi Covid-19 dan bantuan sosial berupa BLT Desa. Hal itu dinilai berdampak positif dalam menahan kenaikan tingkat kemiskinan dengan menjaga tingkat konsumsi kelompok termiskin.

Narasi advertorial RAPBN 2022 pun masih menyebut akan memprioritaskan penggunaan Dana Desa untuk program perlindungan sosial dan penanganan COVID-19 serta mendukung sektor prioritas.

Dalam hal Belanja Pemerintah Pusat (BPP) dapat dicermati rinciannya berdasar fungsi, organisasi, dan jenis. Analisis umum atas ketiganya ternyata tidak memberi bukti kuat atas klaim arah kebijakan belanja.

BPP terdiri dari 11 fungsi. Terdapat kenaikan alokasi pada beberapa fungsi, sedangkan yang lainnya mengalami penurunan.

Alokasi terbesar sekaligus bertambah 19,8% dari pagunya pada outlook tahun 2021 adalah fungsi pelayanan umum yang mencapai Rp620,59 triliun. Dinarasikan sebagai dalam rangka mendorong birokrasi dan layanan publik yang lebih agile, berintegritas, produktif, dan profesional.

Namun narasi terkesan berlebihan jika melihat bagian terbesar dari alokasinya berupa pembayaran bunga utang, yang mencapai Rp405,87 triliun. Porsinya sebesar 65,40% dari fungsi pelayanan umum.

Fungsi pertahanan sebesar Rp134,08 triliun, meningkat 11,6% dari outlook tahun 2021. Lebih tinggi dari kenaikan rata-rata sebelum pandemi, yaitu pada tahun 2015-2019 yang sebesar 5,28%.

Anggaran dalam fungsi pertahanan dilaksanakan oleh beberapa Kementerian/Lembaga (K/L) terkait antara lain Kementerian Pertahanan, Dewan Ketahanan Nasional, dan Lembaga Ketahanan Nasional.

Nota keuangan menyebut beberapa output stategis yang akan dicapai pada fungsi pertahanan pada tahun 2022, antara lain: (1) pengadaan alutsista; (2) pemeliharaan/peningkatan alutsista; (3) Operasi Militer Selain Perang (OMSP); (4) Pembangunan/Pengadaan Sarana Prasarana Pertahanan; (5) penguatan cadangan pangan nasional; (6) penguatan revolusi mental dan kebudayaan; dan (7) pemantapan nilai-nilai kebangsaan.

Fungsi ketertiban dan keamanan akan memperoleh alokasi sebesar Rp176,68 triliun, meningkat 15,5% dari outlook tahun 2021. Akan digunakan antara lain untuk: (1) pemenuhan almatsus; (2) penanganan dan penyelesaian tindak pidana umum, narkoba, dan terorisme; (3) kerjasama regional, bilateral dan multilateral bidang keamanan siber; (4) operasi keamanan dan keselamatan laut dalam negeri; dan (5) pembangunan sarana dan prasarana e-court termasuk ruang sidang online.

Fungsi ini akan dilaksanakan oleh beberapa K/L. Yaitu: Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Komisi Yudisial Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Badan Intelijen Negara, Badan Narkotika Nasional, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Badan Keamanan Laut.

Pada saat bersamaan, tiga fungsi lain mengalami penurunan signifikan dari outlook APBN 2021. Fungsi ekonomi dialokasikan sebesar Rp402,36 triliun, turun 12,5% dari Rp459,6 triliun. Fungsi kesehatan sebesar Rp141 triliun atau turun 22,9% dari Rp182,8 triliun. Fungsi perlindungan sosial sebesar Rp252,26 triliun atau turun 10,1% dari Rp280,6 triliun.

BPP dilihat dari organisasi yang membelanjakan, maka keseluruhan K/L memperoleh alokasi sebesar Rp940,6 triliun. Turun 11,21% dari outlook APBN 2021 yang mencapai Rp1.059,4 triliun.

Meski demikian, kondisinya bervariasi antara 89 organisasi K/L. Sebagian justeru memperoleh alokasi yang bertambah cukup besar. Diantaranya adalah: Kementerian Pertahanan, POLRI, Badan Intelijen Negara, Kementerian Hukum dan HAM, Mahkamah Agung, Kejaksaan, Kementerian Dalam Negeri, DPR, Kemenparekraf, dan Kominfo.

Kementerian Pertahanan memperoleh alokasi terbesar, mencapai Rp133,9 triliun. Meningkat 13,28% dari outlook 2021 yang sebesar Rp118,2 triliun.

POLRI memperoleh alokasi terbesar kedua, mencapai Rp111,0 triliun. Meningkat 14,46% dari outlook 2021 yang sebesar Rp96,9 triliun.

Ada beberapa K/L yang tidak termasuk memiliki alokasi anggaran terbesar, namun mengalami kenaikan yang sangat signifikan. Kejaksaan memperoleh alokasi Rp10,1 triliun, naik 26,25% dari outlook 2021 yang sebesar Rp8,0 triliun. Badan Intelijen Negara memperoleh alokasi Rp10,5 triliun, naik 23,53% dari outlook 2021 yang sebesar Rp8,5 triliun.

Beberapa K/L mengalami penurunan cukup signifikan. Diantaranya adalah: Kementerian PUPR, Kementerian Kesehatan, Kemendikbudristek, Kementerian Sosial, Kementerian Pertanian, Kementerian Keuangan, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perdagangan, dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

BPP dilihat dari jenis belanja, yang mengalami kenaikan signifikan adalah belanja pegawai dan pembayaran bunga utang. Belanja pegawai sebesar Rp426,77 triliun, naik 6,88% dari outlook 2021 yang sebesar Rp399,31 triliun. Pembayaran bunga utang sebesar Rp 405,87 triliun, naik 10,82% dari Rp366,23 triliun.

Jenis Belanja lain-lain juga mengalami kenaikan sangat signifikan. Dijelaskan sebagai strategi untuk mengatasi hal-hal yang tidak terduga, serta beberapa perubahan alokasi karena perkembangan kondisi realisasi.

Sedangkan jenis yang mengalami penurunan antara lain: belanja barang, belanja modal, subsidi, dan belanja sosial.

Selama ini dikenal pula adanya penyebutan alokasi anggaran berdasar tematik, seperti pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, dan infrastruktur. Dalam hal tematik, tercakup alokasi BPP, TKDD, dan pengeluaran pembiayaan.

Anggaran Pendidikan sedikit meningkat, sedangkan anggaran Kesehatan menurun. Namun alokasi keduanya masih sesuai aturan batas minimal menurut undang-undang.

Anggaran perlindungan sosial menjadi Rp427,5 triliun, turun dari outlook 2021 yang sebesar Rp487,8 triliun. Sedangkan anggaran infrastruktur mengalami sedikit penurunan, namun masih terbilang sangat besar. Dialokasikan sebesar Rp384,8 triliun, sedangkan outlook 2021 sebesar Rp410,9 triliun.

Dari uraian di atas, penulis menilai pokok-pokok kebijakan fiskal dan arah kebijakan belanja RAPBN 2022 kurang tercermin pada rincian posturnya. Narasi dalam Nota Keuangan, materi Konferensi Pers dan advertorial RAPBN 2022 menjadi terkesan berlebihan.

Penulis khawatir, setan anggarannya bisa bersembunyi di balik rincian. Semoga pembahasan 2-3 bulan mendatang bisa mengeliminasi setan-setan itu, serta memperbaiki postur dan rinciannya. Sekurangnya bersesuaian dengan klaim pokok kebijakan fiskal dan arah kebijakan belanja.

*Ekonom

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

3  +    =  11