Channel9.id-Jakarta. Di tengah euforia perkembangan industri game di Indonesia saat ini, rupanya sudah ada organisasi developer game di Indonesia. Bahkan organisasi ini sudah ada sejak 2013, di mana pandemi COVID-19 belum ada. Organisasi ini adalah Asosiasi game Indonesia (AGI).
Untuk diketahui, organisasi ini dibentuk oleh talenta yang telah lama berkecimpung di dunia game. Mereka adalah Andy Suryanto dari LYTO, Eva Muliawati dari Megaxus, Gede Mahartapa dari GudangVoucher, Arief Widhiyasa dari Agate, Kris Antoni dari Toge Productions dan Jun Long dari Jotter Productions.
Baca juga: Game Valorant Akan Hadir Untuk Versi Mobile
Sejak awal berdiri, AGI bertujuan untuk mewakili semua stakeholder di industri game, dari developer, publisher, hingga payment gateway dan ads network. Ke depannya, organisasi ini menjadi wadah pendukung untuk perkembangan industri game di Indonesia.
“Dulu tak ada yang menjadi perwakilan untuk bersuara di Industri ini ketika ingin berkomunikasi baik dengan pemerintah maupun masyarakat,” ujar Ketua Umum AGI Cipto Adiguno, belum lama ini.
Kemudian, saat industri game sudah lebih besar dan dipahami masyarakat, banyak asosiasi lain bermunculan. Berangkat dari ini, sejak 2019, AGI hanya berfokus pada pengembangan dan publishing video game.
“Kami tidak mewakili board game, esports, intellectual property dan lain-lain,” tandas Cipto.
Ia mengatakan bahwa AGI ingin mempercepat pertumbuhan industri game Indonesia. “AGI percaya bahwa tanpa kami pun industri game lokal akan tetap tumbuh. Namun, dengan menyatukan stakeholders, pertumbuhan itu akan semakin cepat dan terarah,” lanjut Cipto.
Stakeholer yang dimaksud bukan cuma developer dan publisher game saja. AGI juga berkoordinasi dengan lembaga pemerintah seperti Kemenparekraf, Kominfo, KBRI, Kemendag ITPC dan sebagainya.”Tujuannya (berhubungan) untuk peningkatan kapasitas bisnis dan regulasi serta institusi pendidikan (politeknik, universitas dan SMK) untuk pencetakan talenta-talenta baru,” jelas dia.
Selain itu, AGI juga berhubungan dengan pihak-pihak luar seperti Nintendo, Sony, Microsoft, Goggle dan Apple. Hal ini untuk memastikan developer dalam negeri mendapat akses dan dukungan dari mereka.
(LH)