Hot Topic Nasional

Bantah Kualitas Udara Jakarta Terburuk di Dunia, KLHK: Itu Framing

Channel9.id – Jakarta. Kondisi udara di Jakarta baru-baru ini kembali jadi sorotan. Pasalnya, kualitas udara Jakarta sempat jadi yang terburuk di dunia versi situs IQAir pada Rabu (9/8/2023).

Namun, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tak terima dengan data versi situs IQAir dan menuding data tersebut merupakan pembingkaian atau framing.

Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLHK Sigit Reliantoro mengatakan framing terkait Jakarta merupakan kota terpolusi di dunia perlu diluruskan.

“Nah ini (IQ Air) adalah data yang sering dikutip, tapi juga ada pembanding yang menurut saya juga perlu dilihat karena, sekali lagi kita terima kasih dengan sistem pemantauan yang ada seperti ini untuk memberikan peringatan. Tetapi kalau kita di-framing bahwa kita itu terkotor di seluruh dunia nomor satu, itu yang barang kali kita perlu melihat sumber informasi lain,” kata Sigit kepada wartawan saat media briefing di Kementerian LHK, Jakarta Pusat, Minggu (13/8/2023).

Menurut Sigit, perlu ada perbandingan antara sistem pemantauan pencemaran udara satu dan yang lainnya. Ia pun merujuk pada situs aqcin.org. Dalam laman tersebut, tuturnya, tingkat polusi di Jakarta adalah 160. Angka ini masih lebih rendah dibandingkan di Yangon Myanmar yaitu 211, Kopenhagen Denmark sebesar 500, dan Alaska di level 200.

“Jadi pada waktu di Jakarta itu 119, ada di Copenhagen itu 500, di Alaska terjadi kebakaran hutan 200, dan juga China 262, ada 208 di India, dan bahkan di Eropa ada satu kota di Spanyol 272. Jadi artinya framing Jakarta terpolusi nomor satu di dunia perlu diluruskan sehingga sebetulnya kalau dicek seperti ini. Jadi sebetulnya kalau ingin lebih fair kita juga harus mengecek ke sumber serupa yang punya data yang sejenis,” tuturnya.

Lebih lanjut, Sigit juga menyoroti soal metodologi pengukuran kualitas udara di perkotaan. Menurutnya, pengukuran yang berada di kawasan yang terhalang gedung menyebabkan terjadinya perputaran angin yang terjebak di wilayah itu. Ditambah karena efek kendaraan motor, ia mengatakan polusi tidak bisa bergerak ke mana-mana sehingga konsentrasi pencemaran bisa meningkat bahkan 10 kali dari kondisi yang ada.

Atas dasar itulah Sigit menilai konsentrasi pencemaran yang tinggi terjadi di Jakarta atau karena fenomena street canyon.

Untuk diketahui, street canyon merupakan kondisi di mana angin hanya berputar di sekitar gedung-gedung yang ada di perkotaan.

“Jadi kalau di luar kota barang kali cuma di sini, tapi karena ada efek kendaraan bermotor kemudian tidak bisa bergerak ke mana-mana, maka konsentrasi pencemaran udaranya meningkat bahkan bisa 10 kali dari kondisi yang ada. Nah itulah yang sebetulnya kenapa di Jakarta terjadi konsentrasi yang cukup tinggi karena ada fenomena street canyon tadi,” jelasnya.

“Oleh sebab itu, maka karena kita tahu fenomena di kota-kota besar ini adalah komponen terpenting, oleh karena itu yang harus kita perbaiki untuk urban area adalah komponen yang ini yang dihasilkan dari transportasi. Maka isu transportasi yang berkelanjutan atau merubah gaya hidup menjadi penting untuk daerah perkotaan,” sambung Sigit.

Sebelumnya, kualitas udara Jakarta sempat dinilai sebagai yang terburuk di dunia. Berdasarkan situs IQAir, Indeks kualitas udara (AQI) Jakarta pada Rabu (9/8/2023) pagi pukul 05.00 WIB mencapai 160 dengan konsentrasi polutan utama PM2.5 sebesar 72 mikrogram per meter kubik.

Nilai ini menempatkan kualitas udara Jakarta jadi yang paling terburuk di dunia disusul Johannesburg, Afrika Selatan (152); Beijing, Tiongkok (152); Santiago, Cili (131); dan Lahore, Pakistan (112).

Baca juga: Sektor Transportasi Menyumbang Polusi Jakarta Tertinggi

HT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

7  +  1  =