Opini

Benarkah Utang Pemerintah Indonesia Lebih Baik dari Negara Lain?

Oleh: Awalil Rizky*

Channel9.id-Jakarta. “Utang di semua negara meningkat di tengah pandemi covid-19, termasuk Indonesia. Namun, kenaikan utang Indonesia relatif lebih kecil dari negara-negara lain,” berulang kali disampaikan Pemerintah, terutama oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani.

Sebelumnya, Nota Keuangan dan APBN tahun 2021 secara khusus menyajikan grafik perbandingan rasio utang pemerintah dan perubahannya dari 11 negara. Negara emerging economies, yang sebanding (peers) sebanyak 7 negara, termasuk Indonesia. Negara advanced economies sebanyak 4 negara. Data yang dipakai bersumber dari estimasi International Monetary Fund (IMF) pada World Economi Outlook (WEO) edisi Juni 2020.

Rasio utang pemerintah Indonesia dalam grafik dari dokumen negara tersebut tampak hanya bertambah 7,8% atas PDB selama setahun, 2019-2020. Hampir setara dengan Nigeria dan Turki yang bertambah 7,4%. Masih lebih baik dibanding Meksiko (12,20%), Brazil (12,80%), dan Afrika Selatan (17,70%). Disajikan pula kondisi empat negara maju yang rasio utangnya bertambah sangat besar pada 2019-2020, yaitu: Amerika Serikat (32,7%), Spanyol (28,3%), Jepang (30,0%) dan Inggris (16,2%).

Pemerintah memang tidak salah atau berbohong mengemukakan data demikian, yang bahkan dilengkapi dengan kotak penjelasannya dalam Nota Keuangan. Namun, perlu dimengerti bahwa cara berbeda dalam “membaca data” yang sama, dapat dilakukan. Yaitu berupa menghitung seberapa persentase perubahannya. Cara ini dapat dianggap lebih mencerminkan dampak, karena menimbang secara lebih tepat perubahan atas besaran indikator sebelumnya.

Terlihat bahwa tambahan rasio utang sebesar 7,8% atas PDB tersebut merupakan kenaikan 23,61% dari posisi sebelumnya. Jika yang dipakai sebagai indikator adalah persentase perubahan rasio utang, maka Indonesia tidak tampak lebih baik dari kebanyakan negara lain.

Ulasan data WEO Juni 2020 yang terbilang cukup panjang dalam Nota Keuangan terkesan memilih data yang tampak “lebih baik” saja. Yang dijelaskan merupakan estimasi tahun 2020, padahal laporan juga membuat estimasi tahun 2021. Jika estimasi tahun 2021 disertakan, maka Indonesia akan tampak lebih buruk. Ada beberapa negara lain yang rasio utangnya turun atau hanya stagnan. Sedangkan rasio utang Indonesia masih akan naik pada tahun 2021.

IMF juga biasa melakukan perubahan estimasi (update) tiap beberapa bulan. Dalam kondisi pandemi tahun 2020, perubahannya lebih signifikan dari biasanya. Pemutakhiran data terkini IMF dilakukan pada Januari 2021, dalam publikasi “Fiscal Monitor Update”. Beberapa negara menjadi lebih buruk, dan sebagian lebih baik dari prakiraan semula untuk kondisi tahun 2020. Begitu pula untuk proyeksi tahun 2021.

Sebagai contoh, Brazil yang rasio utangnya pada tahun 2020 menurut WEO Juni 2020 diprakirakan bertambah 12,8%, ternyata menjadi hanya bertambah sebesar 7,9% menurut WEO Januari 2021. Sebaliknya dengan Indonesia, yang semula diestimasi hanya bertambah sebesar 7,8%, berubah menjadi sebesar 8,1%.

Estimasi rasio utang Brazil untuk tahun 2021 turun dibanding tahun 2021 menurut WEO Juni 2020. Tambahan rasionya hanya sebesar 11,1% jika dibanding tahun 2019. Ternyata, menjadi lebih baik lagi dalam estimasi menurut WEO Januari 2021. Hanya bertambah 4,4% selama dua tahun.

Sebaliknya dengan Indonesia, yang semula diestimasi hanya bertambah sebesar 7,8%, berubah menjadi sebesar 8,1% pada tahun 2020. Rasionya masih diprakirakan meningkat sebesar 12,5% pada tahun 2021 dibanding tahun 2019.

Perhitungan tambahan rasio utang selama dua tahun berdasar estimasi WEO Januari 2021 memperlihatkan Indonesia termasuk yang buruk. Dari 7 negara peers yang disajikan oleh Nota Keuangan dan APBN 2021, Indonesia hanya lebih baik dari Afrika Selatan.

Pada tahun 2019 atau sebelum pandemi, rasio utang Indonesia memang terbilang relatif lebih rendah dari negara peers. Apalagi jika dibanding dengan negara advanced economies yang pada umumnya memiliki rasio utang yang tinggi. Dengan demikian, tambahan rasio utang yang diestimasi tadi sebenarnya secara persentase kenaikan termasuk yang paling tinggi. Kenaikan selama dua tahun mencapai 41%, dari 30,6% menjadi 43,1%.

Pemerintah tidak salah ketika mengatakan rasio utang Indonesia masih relatif rendah dibanding banyak negara lain. Bahkan setelah terdampak pandemi. Akan tetapi tidak lah benar jika dikatakan dampak pandemi pada rasio utang Indonesia lebih baik dari negara lain. Data menunjukkan bahwa Indonesia termasuk yang paling buruk kondisinya. Baik dilihat dari tambahan rasio utang atas PDB selama dua tahun (2019-2021), maupun dilihat dari persentase kenaikannya.

Selain 7 negara peers yang dikutip oleh Nota Keuangan, ada informasi lain dari WEO IMF. Salah satunya adalah rasio utang keseluruhan negara yang dikategorikan IMF sebagai “Emerging Market and MiddleIncome Economies”. Menurut WEO Januari 2021, rasionya adalah sebesar 54.3% pada tahun 2019, dan diestimasi sebesar 63,3% pada tahun 2020 dan sebesar                65,3% pada tahun 2021.

Dengan demikian, tambahan rasionya selama dua tahun sebesar 12%. Sedangkan persentase kenaikannya hanya sebesar 20,25%. Data ini bisa dianggap sebagai rata-rata negara peers. Dan Indonesia tampak lebih buruk dari itu.

Perbandingan antar negara seharusnya juga menyertakan data nilai anggaran yang digunakan terkait upaya mengatasi dampak pandemi. Baik dalam aspek kesehatan ataupun aspek lainnya seperti perlindungan sosial ekonomi.

Pemerintah Indonesia memang mengalokasikan dana untuk mengatasi pandemi covid-19 dan upaya pemulihan ekonomi pada APBN 2020. Dalam perhitungan IMF (update Januari 2021), sebesar 3,6% dari PDB. Besaran itu tercatat di bawah rata-rata emerging economies yang sebesar 6,1%. Bahkan, jauh di bawah Brazil yang mencapai 14,5%.

Membandingkan dengan Brazil sebenarnya hanya mengikuti contoh dari Nota Keuangan dan APBN 2021. Dokumen tersebut terkesan ingin menyampaikan pesan kondisi Brazil yang lebih buruk. Padahal, setelah diperhitungkan secara lebih cermat dan dari data WEO IMF yang terkini, kondisinya justeru lebih baik dari Indonesia.

Perhitungan dengan data banyak negara bisa saja dilakukan lebih lanjut. Namun dari paparan di atas dan perhitungan dari data dalam grafik, yang diolah dari WEO IMF Januari 2021, telah dapat ditarik kesimpulan. Yaitu, Indonesia termasuk yang terdampak paling buruk dalam hal rasio utang pemerintah. Hanya ada sedikit negara lain yang lebih buruk.

Menurut penulis, pemerintah sebaiknya tidak lagi memakai narasi kondisi Indonesia lebih baik dari banyak negara lain. Hal itu tidak berdasar bukti data yang memadai.

 

*Kepala Ekonom Institut Harkat Negeri

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

13  +    =  16