Hot Topic

CBA Minta Presiden Hentikan Sub Holding Ala Erick Thohir yang Langggar UUD 1945

Channel9.id – Jakarta. Center For Budget Analysis (CBA) meminta Presiden Jokowi menegur Menteri BUMN Erick Thohir segera menghentikan kebijakan sub Holding.

“Kalau tidak mau menghentikan kebijakan sub holding, kami minta segera melakukan reshuffle menteri BUMN Erick Thohir,” kata Direktur CBA Uchok Sky Khadafi, Selasa (29/9).

Uchok menjelaskan, setelah menjabat sebagai menteri BUMN, Erick Thohir langsung “ngebut” dengan konsep sub holding BUMN-nya. Menurut Uchok, konsep sub holding ini, ternyata membuat kluster-kluster dalam melakukan pengelolaan dan pengawasan BUMN. Salah satu sasaran empuk sub Holding Erick Thohir adalah Perusahaan Pertamina.

“Ini artinya, di Pertamina akan terjadi pemisahaan antara induk dengan anak perusahaan, atau dalam bahasa Erick Thohir namanya dilakukan kluster – kluster agar fokus ke bisnis inti masing masing,” ujarnya.

Uchok menjelaskan, maksud dari sub holding ala Erick Thohir adalah usaha memisahkan asset inti, atau asset yang oleh kalangan pertamina menyebutnya sebagai asset operasional dari induk perusahaan.

Dengan dipisahkan, maka asset itu dapat dikuasai atau dikontrol oleh pihak swasta yang menjadi pemegang saham di anak perusahaan Pertamina tersebut. Dan masuknya pihak swasta ke anak perusahaan Pertamina, tentu melalui rencana privatisasi anak perusahaan Subholding melalui Initial Public Offering (IPO).

“Bila sub holding tetapkan dilakukan, maka akan mengancam kedaulatan energi nasional. dan hal ini juga berpotensi melanggar UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3, karena bisa bisa aset PT Pertamina (Persero) akan dikuasai pihak swasta, dan bukan lagi dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat Indonesia,” ujarnya.

Di samping itu, CBA memperkirakan bahwa dalam pembentukan subholding di Pertamina ini maka ada konsekuensi yang harus diterima oleh Pertamina sebagai holding yaitu kewajiban pembayaran pajak kepada Negara Republik Indonesia.

“Jenis-jenis pajak yang harus dibayar oleh Pertamina adalah, Biaya Pajak Pertambahan 10% Nilai Pasar Aset, Biaya Pajak Penghasilan (PPh) Non Bangunan sebesar 25% selisih Harga Pasar & Net Book Value, Biaya Pajak Penghasilan (PPh) Bangunan yaitu 2,5% PPh & 5% BPHTB, Biaya Pajak Penghasilan (PPh) atas SPA Saham yaitu 25% PPh Capital Gain Saham, dan Biaya Pajak atas Novasi Kontrak-Kontrak dengan pihak ketiga,” ujarnya.

Dengan perhitungan sederhana yang mudah dilakukan, maka perkiraan total biaya pajak-pajak yang harus disetorkan Pertamina ke Negara Republik Indonesia sebesar USD 10 miliar atau senilai Rp. 150 Triliun.

“Pak Ahok, dan Pak Erick Thohir, yang terhormat, Bapak-Bapak sadar gak sih, ngapain Pertamina keluarkan duit sampai Rp. 150 Triliun hanya untuk bayar pajak pembentukan subholding, sementara pembentukan subholding itu sendiri sama sekali tidak memberikan nilai tambah buat Pertamina, malah berpotensi membangkrutkan Pertamina,” pungkasnya.

(HY)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

65  +    =  71