Channel9.id – Jakarta. Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini mengungkapkan penyaluran bantuan sosial (bansos) ke masyarakat dihadapi beberapa masalah. Risma mengaku ada ratusan ribu penerima bansos yang memiliki upah di atas upah minimum, alias salah sasaran.
Hal itu disampaikan Risma dalam acara sosialisasi NIK dan pertemuan lintas kementerian di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Selasa (5/9/2023).
“Kami sampaikan kepada Stranas PK, yang rutin koordinasi kepada kami, untuk bagaimana kami bisa koordinasi dengan seluruh lembaga terkait karena ditemukan di situ ada usulan ASN dan pegawai yang terima di atas UMK. Totalnya dari gaji di atas UMK dan ASN (terima bansos) itu 530 ribu orang,” ujar Risma.
Dalam kesempatan itu, Risma juga bercerita soal pengalamannya bertemu dengan salah satu penerima bansos di Madura yang memiliki rumah seperti istana. Risma menyebut pemilik rumah itu ternyata telah lanjut usia.
Risma mengaku menerima laporan bahwa tim Kemensos ragu mendaftarkan pemilik rumah tersebut apakah layak menerima bansos. Sebab saat ditemui, kata Risma, pemilik rumah tersebut sudah tidak bekerja lagi dan mengidap tunanetra. Si pemilik rumah pun mengalami kesulitan ekonomi karena tidak ada yang mau membeli rumahnya.
“Ternyata itu saya sempat ramai di daerah Madura sana. Itu rumahnya bagus, mana mungkin, rumahnya kayak istana gitu. ‘Bu, tapi dulu dia kerja memang uangnya banyak. Tapi sekarang dia sudah tua, sudah nggak bisa kerja, terus kemudian menjadi tunanetra lagi’. Saya ya masih bingung karena rumahnya dijual nggak ada yang mau beli, wong di tengah hutan,” ungkapnya.
Ia mengatakan kasus tersebut masih sering dijumpai di sejumlah daerah. Risma menegaskan bakal memberikan sanksi tegas jika ada permainan data yang dilakukan pendamping bansos Kemensos. “Kalau itu ada konspirasi dari pendamping (PKH), langsung bisa periksa dan kita langsung tindak,” tutur Risma.
Dalam kesempatan itu Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengungkapkan ratusan ribu penerima bansos merupakan warga yang memiliki penghasilan di atas upah minimum provinsi (UMP). Bahkan, puluhan ribu di antaranya merupakan pegawai aparatur sipil negara (ASN).
Pahala menilai, penyaluran bansos salah sasaran ini karena ketidaktepatan data. KPK lewat StranasPK bersama Tri Rismaharini melakukan sosialisasi ke seluruh kepala daerah untuk pengarahan mengenai persoalan data.
“Dari Bu Mensos datang ke NIK dulu, supaya ini update dari NIK datang ke BPJS TK, keluarlah data-data ini bahwa ada 493 ribu ternyata penerima upah di atas upah minimum provinsi atau daerah. Artinya, dia terindikasi sebenarnya menerima upah, dia bekerja, menerima upah, layak terindikasi,” kata Pahala.
“Kita padankan data dengan BKN (Badan Kepegawaian Negara), mau lihat siapa yang terindikasi ASN. Ternyata kita temukan sekitar 23,8 ribu itu memiliki pekerjaan sebagai ASN,” imbuhnya.
Pahala menuturkan penerima bansos salah sasaran paling banyak terjadi di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Ia mengklaim data bermasalah itu saat ini tengah diperbaiki.
Ia membeberkan penyaluran bansos salah sasaran itu setidaknya telah mengeluarkan uang negara senilai Rp523 miliar. Lebih lanjut, Pahala berharap perbaikan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) dapat mencegah hal serupa tak terulang lagi.
“Ini nilai ketidaktepatan ini kita hitung sekitar Rp523 miliar per bulan karena salah kita kasih ke orang yang sebenarnya tidak tepat. Tapi, khusus untuk ASN dan yang penerima upah itu, kita estimasi Rp140 miliar per bulan itu sebenarnya kita enggak tepat kasihnya,” pungkas Pahala.
Baca juga: Terungkap! 493 Ribu Penerima Bansos Salah Sasaran, 23 Ribu di Antaranya Pegawai ASN
Baca juga: Risma Beri Peringatan Dini untuk Menghadapi Musim Hujan
HT