Channel9.id – Jakarta. Pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong menyampaikan bahwa pertemuan di Ruko Fatmawati, Jakarta Selatan tidak mengatur siapa pemenang lelang. Pertemuan Fatmawati dilakukan untuk penjajakan awal dari berbagai perusahaan untuk bersama-sama membahas persiapan lelang e-KTP.
“Saya menyediakan tempat di ruko Fatmawati untuk membahas soal e-KTP. Penjajakan awal, menggali informasi tender, jadi kita bahas bagaimana uji petik yang pernah dilakukan Johanes Tan, teknologi AFIS, membuat POC dan membuat demo-demo,” jelasnya dalam sidang e-KTP dengan terdakwa Husni Fahmi, Ketua Tim Teknis Pengadaan Barang dan Jasa e-KTP Kemndagri dan Isnu Edhy Wijaya, mantan Direktur Utama PNRI (15/8).
Menurutnya kalau bertemu di tempat lain agak sulit, misalnya di Gedung PNRI harus izin dulu. Maka ia pun berinisiatif menyediakan tempat sebuah ruko (rumah toko) di Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan.
Ia memfasilitasi tempat pertemuan, menggaji beberapa orang staf yang membantu pertemuan, sekaligus menyediakan laptop bagi orang-orang BPPT yang melakukan persentasi teknologi e-KTP dalam pertemuan tersebut. Ruko Fatmawati milik Andi sebelumnya tidak ada jaringan wifi, tidak ada perlengkapan komputer. Atas permintaan dari peserta, Andi menyediakan perangkat komputer dan wifi.
Johanes Tan yang sudah memiliki pengalaman dalam hal uji petik melalui PT Karatama yang melead pertemuan tersebut, dengan mengundang berbagai pihak, ada dari PNRI, Sucofindo, BPPT dan sebagainya.
Andi sendiri memang berkeinginan untuk bisa ikut mendapatkan pekerjaan di e-KTP. Saat itu ia membawa perusahaan percetakan PT Wijayakusuma. Namun adanya ketentuan bahwa yang boleh ikut adalah perusahaan yang memiliki pengalaman dalam hal percetakan kartu, ia mengurungkan niatnya.
“Akhirnya saya bergabung dengan Johanes Marlim, untuk penyediaan AFIS,” jelasnya.
Menurutnya dalam pertemuan Fatmawati tidak ada kesepakatan siapa yang harus memenangkan lelang dan siapa yang menjadi pendamping lelang. “Semua yang hadir memiliki semangat yang sama untuk menang,”jelasnya.
Lantaran pekerjaan e-KTP memang besar, dan harus melibatkan berbagai macam kompetensi, maka harus berkolaborasi dan tidak mungkin dikerjakan sendiri.
Sehingga menurut Andi ada keinginan siapapun yang nanti menjadi pemenang lelang, maka yang lain mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan. Namun pada kenyataanya tidak semua peserta akhirnya tidak mendapatkan pekerjaan.
“Seperti Johanes Tan tidak dapat, Astra Graphia dan Murakabi mereka tidak dapat pekerjaan,” jelasnya.
Karena begitu terbentuk konsorsium dan menang lelang, kekuasaan ada di masing masing anggota konsorsium, serta sudah dibagi-bagi sesuai dengan kompetisinya, misalnya hardware/software ditangani Quadra, percetakan PNRI dan Sandipala.
“ Jadi kalau mau ikut beauty contest di masing-masing perusahaan anggota konsorsium,” tambahnya.
Menurutnya, peserta yang hadir di Fatmawati tidak selalu sama, berubah-ubah, sesuai dengan undangan yang dikirim oleh Johanes Tan. “Kalau Pak Isnu dari PNRI beberapa kali hadir, namun yang lebih sering untuk ikut pertemuan Pak Yuniarto,”ujarnya. Andi menambahkan, karena yang paham tentang percetakan kartu dari PNRI adalah Yuniarto.
Dari keterangan saksi sebelumnya, Setyo Dwi Suhartanto terkait pertemuan Fatmawati diadakan untuk melakukan penjajakan, melihat kemampuan dan potensi masing-masing perusahaan. Menjajaki kemungkinan perusahaan mana yang bisa dijadikan partner untuk bisa saling berkolaborasi.
Ia sendiri diminta oleh Perum PNRI ikut dalam pertemuan tersebut, pertemuan pertama diadakan pada tanggal 1 Juli 2010. saat itu sudah beredar di media bahwa Kemendagri akan membuat system e-kTP sebagai identitas tunggal, menggantikan KTP yang lama. Lelangnya sendiri belum diumumkan kapan waktunya.
Pada saat pertama kali rapat di Fatmawati, suasana memang seperti ruko tidak ada fasilitas untuk mendukung rapat. “Tidak ada internet, tidak ada fasilitas kerja, nah kami komplain kita mau penjajakan dan saling berkolaborasi kok suasananya kurang mendukung,”jelas Setyo.
Akhirnya dari pihak Andi menyediakan internet dan memberikan laptop untuk digunakan oleh anggota BPPT yang ikut dalam rapat tersebut. Rapat diadakan setiap minggu dua kali, dalam rapat dibentuk struktur organisasi untuk mengikuti lelang e-KTP. “Jadi peserta yang hadir seolah olah ada dalam satu organisasi, namun belum ada kata konsorsium,”jelasnya.
Dalam rapat-rapat di Fatmawati, Johanes Tan berperan aktif dengan memimpin rapat, karena memang dia yang sudah punya pengalaman ikut dalam uji petik. Sementara praktis yang lain masih buta dengan kondisi yang terjadi di lapangan. “Johanes Tan menjadi sumber yang dipercaya karena dia kan mengelola SIAK (Sistem Informasi Administrasi Kependudukan) Dukcapil Kemendagri,” ujar Setyo.
Dari pengalaman Johanes Tan dalam mengikuti uji petik serta kekurangan-kekurangannya menjadi bahan evaluasi agar dalam proyek e-KTP ke depannya tidak perlu terjadi lagi. Pertemuan fatmawati membahas hal tersebut dan hal-hal teknis terkait teknologi e-KTP.
“ Konsorsium belum ada. Seingat saya mulai ada konsorsium setelah Kemendagri secara resmi mengumumkan proses lelang e-KTP,” jelas Setyo.