Hot Topic

Data Kemiskinan Rawan Picu Konflik

Channel9.id-Jakarta. Data kemiskinan yang tidak akurat menjadi penyebab program pemerintah tidak tepat sasaran dan rawan memicu konflik sosial di masyarakat.

Walaupun sudah ada Peraturan Presiden No 39/2019 tentang Satu Data Indonesia, tetapi di lapangan masih terjadi kesimpangsiuran data.

Karena itulah Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul bekerja sama dengan Combine Resource Institution menyelengarakan Focus Group Discussion soal “Satu Data Kemiskinan: Bagaimana Mencapainya dan Untuk Siapa?”

Ketua Dewan Pembina CRI Dodo Julimar, dalam sambutannya menyebut bahwa ada problem soal satu data kemiskinan. “Padahal dengan Satu Data Kemiskinan yang lebih dikenali, mudah diakses oleh stake holder kementerian terkait dan media menjadi penting,” katanya.

Pentingnya untuk mencapai keadilan sosial, pengentasan kemiskinan yang lebih akurat, kata Dodo Julimart.

Wakil Bupati Gunung Kidul Himmawan Wahyudi, ingin data kemiskinan tidak ada lagi persoalan.

Data kemiskinan di Gunung Kidul yang masih disebut daerah miskin ini Karena ada historis, di tahun 1963 Gunung Kidul mengalami tragedi kelaparan hingga ada orang busung lapar.

Peristiwa ini sangat membekas, akibatnya orang Gunung Kidul tidak mau menjual hasil pertaniannya. “Ini sikap local wisdom. Mereka bertanggungjawab atas nasib keluarganya sendiri. Tapi menjadi masalah karena BPS menyebut salah satu kriteria miskin dari tidak adanya transaksi perdangan. Ini kan ada metodologi yang tidak sama dengan lokal wisdom,” katanya.

“Ini problem ada fakta yang tidak berdasarkan realitas dan ada data yang tidak berdasarkan fakta. Warga menyimpan beras minimal 1 keluarga 30 Kg hingga mampu hidup sampai setengah tahun. Tapi ini dianggap miskin karena tidak ada transaksi perdagangan,” katanya

Karena itulah Kabupaten Gunung Kidul menginisiasi untuk mewujudkan satu data kemiskinan yang akan terus terupdate. “Jangan sampai lagi muncul istilah BLS (Bantuan Langsung Sakmatine), ini protes keras warga, karena kecewa yang mendapatkan bantuan hanya orang itu-itu saja,” ujar Wakil Bupati.

Kami tetap menghargai data BPS, karena itu data resmi, tetapi kami juga memiliki data yang lebih berasal langsung dari masyarakat.

Soal simpang data ini juga disoroti oleh Komisioner Komisi Informasi Pusat Arif Adi Kuswardono. Arif menyebut contoh terbaru soal simpang siur data ini adalah data perberasan.

Data beras yang tidak sinkron antara Bulog, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian. “Data yang tidak sama menyebabkan pertengkaran di publik. Ini contoh terbaru soal tidak adanya kesamaan data,” kata Arif.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  54  =  59