Opini

DEBAT CAPRES DIBOCORKAN, TANDA KEMUNDURAN DEMOKRASI

Oleh:Yanuar Iwan Santoso

Debat calon Presiden dan calon Wakil Presiden adalah salah satu instrumen penting didalam proses pemilihan Presiden dan wakilnya. Masyarakat diIndonesia ingin melihat bagaimana calon pemimpinnya untuk lima tahun kedepan berbicara,menyampaikan visi dan misi,serta cara memecahkan masalah dan mencari solusi terbaik bagi bangsa dengan penampilan dan bahasa tubuh yang meyakinkan.

Debat akan lebih bermutu,bagus,dan menarik apabila berlangsung spontan,antusias,dan tanpa rekayasa.Pelaksanaan debat dengan pertanyaan terbuka dalam arti setiap capres dan cawapres mengetahui daftar pertanyaan yang akan diajukan panelis beberapa hari sebelum hari H tentunya akan mengurangi daya tarik debat capres dan cawapres yang menjadi salah satu magnet dalam pesta demokrasi 2019,kalaulah boleh dikatakan ini adalah suatu kemunduran demokrasi Indonesia.

Namanyapun calon Presiden dan Wakil Presiden adalah tokoh pilihan mereka adalah representasi wajah demokrasi.Tentunya sudah terpilih dan teruji dari berbagai masalah kebangsaan jadi biarkanlah pertanyaannya mengalir dan jawabannya pun mengalir dengan kualitas yang dimiliki masing-masing calon. Nantinya tentu akan membentuk opini dan penilaian tersendiri dimata rakyat karena merekalah yang menentukan bagaimana hasil debat tersebut.  Kita tidak berbicara menang dan kalah karena debat bukan soal menang dan kalah debat adalah seleksi pemimpin dengan juri penilai adalah pemegang kedaulatan tertinggi yaitu rakyat.

Bangsa ini membutuhkan pemimpin yang berkualitas dalam menyampaikan visi dan misi dan memecahkan persoalan bangsa.Rakyat merekam apakah visi dan misi serta solusi dan strategi yang ditawarkan berbanding lurus dengan pelaksanaan dilapangan dan kenyataan sosial.  Meminjam istilah perspektif komunikasi  Harold Lasswell(1948) dengan ungkapannya “Who say what in which channel to whom with what effect(Siapa mengatakan apa dengan saluran apa kepada siapa dan akibatnya apa).

Jika teori disampaikan secara tidak jelas akibatnya rakyat menjadi tidak paham dan praktek serta tindakannya tentu saja jauh dari harapan,kita menginginkan pemimpin yang sanggup beretorika secara rasional,analisis,dan kritis serta cerdas dalam mengimplementasikan teorinya dikenyataan sosial yang bisa dirasakan dampaknya dimasyarakat luas.Seperti kata Bung Karno “Banyak bicara banyak bekerja”.

Dengan dilaksanakannya pertanyaan terbuka tentu saja akan mengurangi essensi dan kualitas demokrasi.Karena demokrasi tidak tidak mengenal pencitraan,demokrasi tidak mengenal kepalsuan yang menimbulkan kesan dibuat-buat. Demokrasi hanya mengenal kualitas personal dengan dasar kejujuran dan spontanitas calon pemimpinnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  71  =  75