Nasional

Direksi BPJS Dilantik, Ini PR yang Harus Diselesaikan

Channel9.id-Jakarta. Presiden RI Joko Widodo telah melantik Direksi dan Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, dan Kesehatan untuk periode 2021 – 2026, pada Senin (22/02).

Koordinator BPJS Watch, Timboel Siregar menyatakan pekerjaan pertama yang akan dikerjakan oleh kedua Dirut adalah menyusun “kabinet” para direksinya yaitu menentukan para direksi pada jabatan masing-masing.

Demikian juga nantinya bagi Dewas akan dibagi berdasarkan bidang kerjanya sehingga proses pengawasan dapat dilakukan dengan lebih fokus.

Timboel mengharapkan Direksi dan Dewas bisa lebih profesional dalam mengemban tugasnya yang sudah digariskan dalam UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS.

Baca juga: Direksi BPJS Ditetapkan: Ali Ghufron Dirut, Mundiharno Bertahan 

Pemilihan itu sudah ditetapkan melalui dua surat Keputusan Presiden (Keppres) untuk pengangkatan Direksi BPJS Kesehatan.

Kedua Keppres hanya menyebutkan nama Dirut dan direksi saja tanpa menentukan jabatan direksi-direksi.

Selain itu, Timboel mewanti-wanti agar jangan ada lagi dewas yang maunya “mendikte” direksi, jangan ada lagi dewas yang takut dengan direksi.

“Jangan ada lagi dewas yang tersangkut skandal dengan bawahannya, jangan ada lagi dewas yang dilaporkan ke DJSN, dan lain sebagainya,” katanya dalam keterangannya, Senin (22/2).

Timboel menjelaskan, kunci menyelesaikan seluruh persoalan adalah membangun komunikasi dengan seluruh stakeholder, dan masukan-masukan yang diberikan kepada Direksi dan Dewas senantiasa dikaji dan dipertimbangkan dengan baik.

“Tentunya segala persoalan yang ada tidak bisa diselesaikan oleh Direksi semata karena faktor regulasi yang memang ranah Pemerintah,” katanya.

Kemudian, Timboel juga mewanti-wanti agar regulasi yang menjadi persoalan selama ini seperti Peraturan Menteri Ketenagakerjaan no. 19 Tahun 2015 segera direvisi dan disesuaikan dengan ketentuan UU SJSN.

Selain itu, menurutnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan yang diamanatkan PP No. 82 Tahun 2019 segera diselesaikan sehingga beasiswa anak-anak dari pekerja yang meninggal dunia dapat segera diberikan.

Adapun tantangan ke depan bagi kedua BPJS yang cukup besar dengan kehadiran Perpres no. 64 Tahun 2020 yang mengamanatkan banyak hal baru dalam JKN seperti kenaikan denda, klas perawatan standar, kenaikan iuran kelas 3 mandiri dan lainnya.

“Diharapkan bisa direspon dengan baik oleh Direksi sehingga tidak menjadi masalah baru bagi rakyat,” tambahnya.

Sementara, dalam koridor BPJS Ketenagakerjaan, dengan hadirnya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja merupakan tantangan baru bagi direksi untuk tetap mampu melayani peserta JKK dan JKm dengan kenaikan manfaat berdasarkan PP No. 82 Tahun 2019.

Pasalnya, melalui regulasi turunan berupa Paraturan Pemerintah (PP) yang menciptakan satu program baru jaminan sosial yaitu Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang disertai dengan rekomposisi iuran sehingga Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm) mengalami penurunan karena dibagi ke JKP.

Kehadiran PP Pengupahan yang baru, memangkas nilai upah minimum (UM) bagi pekerja mikro dan kecil.

“Berpotensinya UM Provinsi dan kabupaten/kota yang ada saat ini ditinjau ulang (baca : diturunkan) berdasarkan rumus-rumus penyesuaian UM yang ada di PP Pengupahan, akan berdampak pada penurunan pendapatan iuran yang diterima BPJS Ketenagakerjaan,” tutupnya.

IG

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

8  +  1  =