Ekbis

DPR Minta Kemenkeu Lanjutkan Penyederhanaan Tarif Cukai Rokok

Sebelumnya, petani tembakau menilai kebijakan penyederhanaan (simplifikasi) tarif cukai rokok berpotensi merugikan petani. Oleh sebab itu, petani meminta agar pemerintah menunda dan mengkaji ulang kebijakan tersebut.

Ketua DPN Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Agus Parmuji, mengatakan penerapan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146 Tahun 2017 terkait simplifikasi tarif cukai tembakau perlu mempertimbangkan dan memperhatikan dampaknya secara keseluruhan, baik terhadap petani tembakau maupun industri kretek nssional. 

Lantaran, implementasi simplifikasi tarif cukai berpeluang berdampak langsung terhadap petani tembakau, juga menurunkan penerimaan negara dari cukai rokok.

Dia menuturkan, PMK 146/2017 tersebut mengatur penggabungan golongan Sigaret Putih Mesin (SPM) dengan Sigaret Kretek Mesin (SKM), termasuk penggabungan kuota.

Jika kebijakan ini diberlakukan akan merugikan petani sebagai penjual tembakau dan pada umumnya produk kretek sebagai produk nasional.

“Simplifikasi tarif cukai akan mematikan industri kretek nasional yang merupakan penyerap tembakau petani lokal, bahkan nasional,” ujar dia di Jakarta, Jumat 26 Oktober 2018.

Sementara itu, lanjut dia, klausul lain terkait penyederhanaan tarif menjadi lima layer akan mengakibatkan semua pabrikan nasional yang kategori besar hingga menengah dan kecil berpotensi gulung tikar. Lantaran pabrikan ini tidak sanggup bersaing dengan pemain besar yang sudah mempunyai merek internasional.

Penggabungan tarif cukai Sigaret Kretek Tangan (SKT) Golongan 1A dan 1B juga akan memberangus SKT produk pabrikan yang masih bertahan hingga saat ini.

“Kenaikan Harga Jual Eceran (HJE) yang terlalu tinggi juga akan lebih mempercepat kematian pabrikan menengah dan kecil, karena konsumen mereka sangat sensitif terhadap kenaikan harga,” ungkap dia.

Agus mengingatkan, jika pengaturan simplifikasi tarif cukai tetap diterapkan, kebijakan tersebut akan berdampak pada matinya industri kretek nasional menengah ke bawah.

“Selama ini industri menengah ke bawah juga berkontribusi terhadap perekonomian petani sebagai penyerap tembakau kelas tiga mengingat semua tembakau yang kurang bagus tidak terserap semua oleh industri besar,” kata dia.

Selain itu, menurut Agus, dampak kebijakan simplifikasi tarif cukai yang paling berbahaya adalah penggunaan bahan baku impor akan meledak, sehingga ke depan ada rokok di Indonesia tapi tanaman tembakau  sudah tidak ada di Indonesia.

“Prediksi ke depan, aturan ini akan memberangus tembakau lokal, dan mematikan penghidupan petani tembakau. APTI meminta Ibu Menteri Keuangan selaku pembuat regulasi untuk menunda penerapan kebijakan ini,” ujar dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Ada 200-an lebih merek dagang rokok, mulai dari rokok bertaraf nasional sampai rokok lokalan beredar di Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

9  +  1  =