Channel9.id-Jakarta. Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda menilai, beberapa pasal terkait Pendidikan dalam Omnibus Law, kontraproduktif dengan filosofi dan tujuan penyelenggaraan Pendidikan. Semangat yang dibawa RUU itu juga mengarah liberalisasi pendidikan.
“Sejumlah pasal dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja berpotensi menjadikan Indonesia pasar bebas pendidikan,” kata Huda dalam keterangannya, Jumat (11/09).
Menurut Huda, peran negara dalam RUU Cipta Kerja (Ciptaker) dibuat sangat minimal, dan kemungkinan akan menyerahkan penyelenggaraan pendidikan kepada kekuatan pasar.
Pasal dalam RUU Ciptaker kluster pendidikan yang mengundang polemik dapat dilihat di Pasal 33 ayat 6 dan 7, Pasal 45 ayat 2, pasal 53, 63, 65, 67, 68, 69, 78, dan Pasal 90.
“Kondisi ini akan berdampak pada tersingkirnya lembaga-lembaga pendidikan berbasis tradisi seperti pesantren dan kian mahalnya biaya Pendidikan,” kata Huda.
Lebih lanjut ia menuturkan, penghapusan persyaratan pendirian perguruan tinggi asing di Indonesia, regulasi penghapusan prinsip nirlaba dalam otonomi pengelolaan perguruan tinggi, dan penghapusan kewajiban bagi perguruan tinggi asing untuk bekerja sama dengan perguruan tinggi nasional.
RUU Cipta Kerja klaster pendidikan juga menghapus sanksi pidana dan denda bagi satuan Pendidikan yang melakukan pelanggaran administratif.
Baca juga: Omnibus Law Cipta Kerja Dinilai Lemahkan Dunia Pendidikan
Ada regulasi yang tidak mewajibkan program studi untuk melakukan akreditasi, hingga dosen lulusan luar negeri tak perlu lagi melakukan sertifikasi dosen.
Dari berbagai aturan baru, kata Huda, tampaknya RUU Ciptaker memberikan karpet merah terhadap masuknya kampus asing ke Indonesia serta kebebasan perguruan tinggi untuk memainkan besaran biaya kuliah.
Kian longgarnya aturan sertifikasi, akreditasi, hingga penghapusan ancaman sanksi denda dan pidana akan berdampak pada pengabaian asas kesetaraan mutu perguruan tinggi.
“Bisa dibayangkan jika kondisi itu terjadi saat banyak perguruan tinggi asing banyak berdiri di sini. Mereka bisa leluasa melakukan pelanggaran administratif tanpa dibayangi sanksi pidana atau denda,” kata Huda.
Badan Legislasi (Baleg) DPR yang saat ini menggodok RUU Cipta Kerja harus benar-benar mencermati pasal-pasal yang mengatur tentang pendidikan.
Baleg DPR jangan ragu mengusulkan norma-norma baru atau memutuskan tetap pada regulasi awal, jika pasal-pasal dalam RUU Cipta Kerja klaster pendidikan membahayakan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia.
Pendidikan di Indonesia dari dulu diarahkan pada pembentukan manusia seutuhnya yang seimbang antara skil dan akhlak.
Jika perlu, sambung Huda, Baleg DPR bisa mengeluarkan kluster Pendidikan dari pembahasan RUU Ciptaker.
“Jangan sampai hanya karena ingin anak-anak Indonesia bisa bersaing di dunia kerja, aspek pembentukan mental dan karakter diabaikan,” tukas Huda.
IG