Channel9.id, Jakarta – DPR RI dan pemerintah tengah menyiapkan revisi dua undang-undang penting terkait penyelenggaraan ibadah haji: Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Undang-Undang Pengelolaan Keuangan Haji. Langkah ini dinilai mendesak untuk menyesuaikan regulasi nasional dengan kebijakan terbaru Pemerintah Arab Saudi.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Abidin Fikri menegaskan bahwa revisi tersebut akan dilakukan secara menyeluruh dan terintegrasi, demi menciptakan ekosistem haji yang adaptif dan melindungi jemaah secara optimal.
“Kami melihat perlunya harmonisasi regulasi Indonesia dengan dinamika di Arab Saudi, terutama soal pelarangan visa non-haji untuk masuk ke kota suci. Banyak jemaah kita yang mengalami deportasi karena masalah visa. Ini menjadi alarm penting,” ujar Abidin, Senin (9/6/2025), dikutip dari Antara.
Abidin yang juga merupakan anggota Tim Pengawas Haji DPR, menekankan bahwa perubahan kebijakan Arab Saudi harus segera direspons dengan pembaruan sistem dan aturan dalam negeri. Regulasi lama dinilai belum cukup luwes menghadapi kondisi lapangan yang terus berubah.
Dorongan untuk Tata Kelola Dana Haji yang Lebih Syariah dan Produktif
Selain aspek regulasi jemaah, Abidin juga menyoroti perlunya reformasi mendalam dalam pengelolaan keuangan haji. Ia mendorong Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk lebih aktif berinvestasi dalam sektor-sektor yang mendukung ekosistem layanan haji secara langsung.
“Layanan hotel, transportasi, konsumsi—semuanya bisa menjadi area investasi yang dikelola secara profesional dan syar’i. Ini bisa meningkatkan manfaat dana haji yang telah disetor jemaah,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa pengelolaan dana haji harus sejalan dengan prinsip-prinsip syariah, menghindari praktik riba, dan memastikan setiap rupiah yang disetor jemaah memiliki manfaat keberkahan, bukan hanya keuntungan finansial.
“Ini bukan sekadar soal efisiensi, tapi juga amanah. Dana jemaah harus diolah dengan prinsip syariat dan profesionalisme yang tinggi,” tambah Abidin.
Revisi kedua undang-undang ini dipandang penting dalam membangun tata kelola haji yang tangguh, transparan, dan selaras dengan kondisi global, terutama kebijakan negara tujuan utama, Arab Saudi.