Channel9.id-Jakarta. Eksodus besar-besaran para pekerja migran di kota-kota besar di India sebenarnya bukan kali pertama terjadi. Jika menilik dalam sejarah India, ada banyak preseden mengenai eksodus pekerja migran selama krisis.
Salah satu contoh, seperti dilansir BBC, yaitu banjir 2005 di Mumbai menyaksikan banyak pekerja melarikan diri dari kota. Setengah dari populasi kota, kebanyakan pendatang, juga telah meninggalkan kota. Kemudian eksodus yang terjadi di kota Bombay , saat flu Spanyol 1918 berlangsung.
“Ketika wabah meletus di India barat pada 1994 ada eksodus yang hampir alkitabiah dari ratusan ribu orang dari kota industri Surat [di Gujarat]”, kata sejarawan Frank Snowden dalam bukunya Epidemics and Society.
Setengah dari populasi Bombay meninggalkan kota itu, selama wabah epidemi sebelumnya pada 1896. Tindakan anti-wabah kejam yang dipaksakan oleh penguasa Inggris, tulis Dr Snowden, ternyata lebih merupakan palu godam daripada instrumen bedah yang presisi. “Mereka telah membantu Bombay untuk selamat dari wabah itu, tetapi penduduk yang melarikan diri membawa penyakit itu, sehingga menyebarkannya,” imbuh dia,
Lebih dari seabad kemudian, ketakutan yang sama menghantui India saat ini. Ratusan ribu migran akhirnya akan sampai di rumah, baik dengan berjalan kaki maupun dengan bus-bus yang penuh sesak. Di sana mereka akan pindah ke rumah keluarga bersama mereka, seringkali dengan orang tua yang sudah lanjut usia.
Menurut laporan pemerintah, Sekitar 56 distrik di sembilan negara bagian India merupakan setengah dari migrasi pekerja pria antar negara. Ini bisa berubah menjadi titik api potensial karena ribuan migran pulang ke rumah.
Partha Mukhopadhyay, seorang rekan senior di Pusat Penelitian Kebijakan Delhi, menyarankan bahwa 35.000 dewan desa di 56 distrik harus dilibatkan untuk menguji pekerja yang kembali dari virus tersebut, dan mengisolasi orang yang terinfeksi di fasilitas lokal.
Pada akhirnya, India menghadapi tantangan yang menakutkan dan dapat diprediksi dalam menegakkan kuncian dan juga memastikan orang miskin dan tunawisma tidak terluka secara fatal. Sebagian besar dari itu, kata Dr. Snowden, akan tergantung pada apakah konsekuensi ekonomi dan kehidupan dari strategi penguncian dikelola dengan hati-hati, dan persetujuan rakyat dimenangkan. “Jika tidak, ada potensi kesulitan yang sangat serius, ketegangan sosial dan perlawanan,” tegas dia. Sejauh ini, India telah mengumumkan paket bantuan USD 22 milyar bagi mereka yang terkena dampak lockdown.
Beberapa hari ke depan akan menentukan apakah negara bagian dapat membawa pulang pekerja ke rumah atau tetap tinggal di kota yang menyediakan makanan dan uang. “Orang-orang melupakan taruhan besar di tengah drama tentang konsekuensi dari lockdown yaitu risiko jutaan orang meninggal,” kata Nitin Pai dari Takshashila Institution, sebuah lembaga think tank terkemuka di India. “Di sana juga, kemungkinan yang terkena dampak terburuk adalah orang miskin,” Pungkas Pai.