Facebook Beri Informasi Cacat dan Tak Lengkap Kepada Peneliti Platform
Techno

Facebook Beri Informasi Cacat dan Tak Lengkap Kepada Peneliti Platform

Channel9.id-Jakarta. Para akademisi yang meneliti misinformasi di Facebook dan mengandalkan data dari platform tersebut, tampaknya kehilangan pekerjaan yang sudah lama mereka garap. Pasalnya, Facebook memberi informasi yang cacat dan tak lengkap kepada mereka yang ingin mencari tahu bagaimana pengguna berinteraksi dengan unggahan dan tautan platform—menurut laporan The New York Times.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, raksasa jejaring sosial itu memang membuka akses datanya kepada akademisi. Meski tampaknya transparan, namun rupanya data yang diberikan hanya mencakup interaksi sekitar setengah dari penggunanya di Amerika Serikat (AS). Lebih lanjut, sebagian besar data pengguna yang ditunjukkan ialah orang-orang yang cukup terlibat dengan pos politik tertentu—yang memperjelas kecenderungan mereka.

Baca juga: Twitter Akan Hadirkan Grup Seperti Facebook

The Times melaporkan, Facebook meminta maaf kepada para akademisi atas “ketidaknyamanan yang mungkin ditimbulkannya.” Perusahaan juga mengabarkan bahwa pihaknya tengah memperbaiki masalah, yang bisa memakan waktu berminggu-minggu karena banyak data yang harus diproses. Facebook juga memgakui bahwa data pengguna di luar AS tak akurat.

Juru bicara Facebook Mavis Jones menyebut ketidakakuratan data itu sebagai kesalahan teknis, yang mesti diselesaikan dengan cepat.

Perihal ketidakakuratan itu, lanjut The Times, pertama kali ditemukan oleh profesor asosiasi Universitas Urbino, Fabio Giglietto. Giglietto membandingkan data yang diserahkan kepada peneliti dengan ” Widely Viewed Content Report” yang dipublikasikan oleh jejaring sosial pada Agustus lalu, dan menemukan bahwa hasilnya tak cocok.

Peneliti lain mengangkat kekhawatiran setelah laporan itu diterbitkan. Dilansir dari Engadget (13/9), seorang peneliti dari University of North Carolina Alice Marwick mengatakan bahwa mereka tak bisa memverifikasi hasil tersebut. Pasalnya, mereka tak punya akses data yang digunakan Facebook. Kemudian dilaporkan bahwa perusahaan meminta maaf kepada peneliti pada Jumat (10/9).

“Dari sudut pandang manusia, ada 47 orang yang dipanggil hari ini dan setiap proyek itu berisiko, dan beberapa benar-benar hancur,” ungkap Megan Squire, salah satu peneliti.

Sejumlah peneliti telah menggunakan alat mereka sendiri untuk menghimpun informasi untuk penelitian mereka. Namun, ada satu contoh di mana Facebook malah memutuskan akses mereka. Pada Agustus lalu, Facebook menonaktifkan akun yang terkait dengan proyek NYU Ad Observatory. Tim peneliti itu menggunakan ekstensi browser untuk menghimpun informasi tentang iklan politik. Namun, Facebook menekankan bahwa upaya itu tidak sah.

Pada saat itu, Laura Edelson, peneliti utama proyek tersebut, mengatakan bahwa Facebook membungkam tim karena penelitiannya menyorot masalah pada platform. “Jika penelitian ini ini menunjukkan sesuatu, Facebook seharusnya tidak memiliki hak veto atas siapa yang diizinkan untuk mempelajarinya,” sambung Edelson.

(LH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

9  +  1  =