Channel9.id – Jakarta. Kasus guru honorer “siluman” yang lolos seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) kembali mencuat. Guru-guru ini, yang tidak pernah mengajar sebelumnya, tetap tercatat aktif di Data Pokok Pendidikan (Dapodik) melalui dugaan manipulasi data oleh kepala sekolah, operator sekolah, atau dinas pendidikan setempat.
Investigasi Harian Kompas mengungkap bahwa praktik serupa terjadi di berbagai provinsi, termasuk Jambi, Sumatera Utara, Banten, dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Salah satu kasus terjadi di Kabupaten Kerinci, Jambi, di mana peserta berinisial KA baru mulai mengajar beberapa hari sebelum pendaftaran seleksi PPPK pada September 2023. Padahal, aturan mengharuskan peserta memiliki minimal tiga tahun masa kerja sebagai guru honorer di sekolah negeri.
“Seleksi PPPK dibuka pada 20 September hingga 9 Oktober 2023. Sementara KA baru mengajar pada September 2023,” demikian dikutip dari Harian Kompas edisi Selasa (19/11/2024) dengan judul “Honorer ‘Siluman’ Mencurangi Seleksi Guru “.
Manipulasi data ini kerap melibatkan pembuatan Surat Keputusan (SK) palsu oleh kepala sekolah atau kepala dinas pendidikan. SK tersebut digunakan untuk memasukkan nama guru siluman ke dalam Dapodik, sehingga mereka memenuhi syarat administratif meski sebenarnya tidak layak. Praktik ini memanfaatkan lemahnya pengawasan sistem Dapodik, yang menjadi celah utama kecurangan.
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim menyoroti sistem PPPK yang dianggap rawan manipulasi karena melibatkan banyak pihak, termasuk pemerintah daerah dan admin Dapodik.
“P3K itu memang karena sistem seleksi melibatkan Pemda juga jadi rawan manipulasi (data) juga. Plus manipulasi di Dapodik, karena syarat mutlaknya Dapodik ini. Nah dapodik itu yang pegang admin sekolah, di sini celah (guru honorer) siluman masuk,” kata Satriawan saat dihubungi, Selasa (19/11/2024).
Lebih lanjut, Satriwan menilai kebijakan rekrutmen PPPK perlu dievaluasi. Menurutnya, pengangkatan guru PNS lebih aman dari potensi manipulasi karena sistem seleksinya lebih terstruktur dan terawasi.
“Itu kasuistis. Makanya kami P2G itu berprinsip jangan terus-terusan pemerintah membuka Guru PPPK, harusnya Guru PNS,” tegasnya.
HT