Ekbis

Gita Wirjawan: Akumulasi Surplus Neraca Perdagangan Indonesia Tidak 100 Persen Baik

Channel9.id – Jakarta. Menteri Perdagangan RI Periode 2011-2014 Gita Wirjawan mengatakan, akumulasi surplus neraca perdagangan Indonesia tidak 100 persen baik. Menurut Gita, ada potensi untuk menjadi defisit perdagangan.

Hal itu disampaikan Gita dalam ‘PP ISEI International Lecture Series IV dan MM FEB UGM Economic Seminar’, Sabtu 22 Oktober 2022.

“Surplus menumpuk itu bukan 100 persen hal baik. Justru, secara struktural ada kepentingan untuk terjadi defisit perdagangan. Sebab, 60 sampai 70 persen impor kita itu bahan baku menengah yang dibutuhkan untuk produksi konsumsi kebutuhan dalam negeri dan eksportir luar negeri,” kata Gita.

Gita mengatakan, neraca perdagangan di Indonesia memang mengalami surplus sejak Mei 2020. Hal itu terjadi karena kebijakan yang diambil deselerasi importisasi bukan akselerasi eksportasi.

“Karena itu terjadi pengumpulan surplus. Tapi itu kan diamplifikasi dengan kenaikan harga komoditas,” kata Gita.

Gita mengatakan, neraca perdagangan Indonesia bisa surplus karena adanya oppurtunity di tengah inflasi dan ancaman resesi global.

Apalagi, Gita yakin bahwa inflasi yang melanda sejumlah negara maju terutama Amerika Serikat akan cepat pulih. Oleh karena itu, ke depan RI harus mengambil langkah pasca opportunity scenario. Caranya, dengan melakukan hilirasi secara nyata.

“Kalau tidak dilakukan diservikasi tidak akan terjadi dan kita akan terus berkesinambungan terjadinya deselerasi importisasi yang akan membuahkan pelemahan untukk kapasitas produksi kita. Ingat, 60 – 70 persen impor itu bahan baku menengah untuk produksi konsumsi kebutuhan barang jasa domestik,” kata Gita.

Ada beberapa alasan Gita yakin inflasi bisa berakhir cepat. Pertama, Gita melihat velocity of money sudah mulai menurun dikarenakan money supply yang di 2021 mencapai 27 persen sekarang menjadi 5 persen per periode.

“Tentunya, velocity of money lebih rendah. Jadi, semakin menurun inflasi,” kata Gita.

Kedua, perusahaan-perusahaan besar masih memiliki inventory yang banyak. Inventory itu levelnya sangat tinggi dan tidak mudah terkikis dengan daya beli.

“Daya beli yang dialami sekarang oleh negeri maju itu pun saat ini masih di bawah daya beli pra Covid-19. Daya beli yang sudah pulih ini pun belum pulih ke level pra Covid. Oleh karena itu pun cukup untuk inventory yang semakin menumpuk. Dipercaya akan mengkalibrasi harga ke bawah dan membuahkan penurunan inflasi,” kata Gita.

Ketiga, kebijakan Gubernur Bank Sentral As terkait observasi suku bunga sudah menunjukkan hasilnya. Kebijakan itu sudah mengeskalasikan suku bunga lebih dari 13 kali lipat dari 0,24 persen menjadi 3 persen.

“Dibandingkan, keputusan Gubernur Bank Sentral AS pasa 1970-an sewaktu inflasi hanya menaikkan 100 persen saja, dari 100 persen saja dari 10 menjadi 20 persen. Itu perbandingan yang sangat kecil dengan apa yang dilakukan,” kata Gita.

“Kesimpulannya bahwa kecenderungan inflasi terkalibrasi akan menurun 6 sampai 12 bulan ke depan apalagi kalau Ukraina akan berakhir. Dan saya percaya akan berakhir. Sehingga aktivitas ekonomi global, kawasan, domestik bisa normal,” kata Gita.

HY

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

7  +  1  =