Hot Topic

GMNI: Impor Beras Rawan Ditunggangi Para Pemburu Rente

Channel9.id – Jakarta. Pemerintah berencana melakukan impor beras sebanyak 1 juta ton untuk menjaga stok beras Bulog tetap berada di kisaran 1 juta hingga 1,5 juta ton.

Ketua Umum DPP Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Arjuna Putra Aldino menegaskan, alasan itu tidak bisa diterima. Sebab, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi gabah kering giling (GKG) mencapai 54,65 juta ton atau setara dengan 31,33 juta ton beras.

Angka ini naik dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 54,6 juta ton GKG yang setara dengan 31,31 juta ton beras. Belum lagi ditambah potensi produksi periode Januari-April 2021 diprediksi bisa mencapai 14,54 juta ton, naik 26,84% dibandingkan periode yang sama 2020 sebesar 11,46 juta ton.

“Mengingat angka produksi beras tahun lalu masih cukup memenuhi stok, ditambah potensi produksi awal tahun ini yang mau memasuki panen raya, bakal surplus. Jadi tidak ada urgensi untuk impor beras,” kata Arjuna berdasarkan keteranganya, Sabtu 20 Maret 2021.

Arjuna juga menolak alasan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi yang menyebut impor beras untuk menjaga iron stock yang diperlukan untuk kebutuhan mendesak, seperti penyaluran bantuan sosial (bansos) atau operasi pasar untuk stabilisasi harga. Menurut Arjuna, alasan itu dibuat-buat.

“Ini alasan yang dibuat-buat. Pemerintah telah menggantikan program Beras Sejahtera (Rastra) menjadi Bantuan Pangan Nontunai (BPNT). Artinya, program social safety nets sudah tidak lagi menggunakan beras, tapi sudah non-tunai. Jadi tidak ada peningkatan kebutuhan dan problem stok yang sehoror dibayangkan pak Menteri,” kata Arjuna.

Lagi pula, menurut Arjuna, untuk menstabilkan harga beras solusinya bukanlah impor. Pemerintah harus menertibkan tata niaga beras yang memiliki kecenderungan berpola kartel di mana ada segelintir distributor yang menguasai suplai beras dari petani sampai ke pasar. Mereka adalah middle man yang selama ini menikmati tingginya margin harga beras.

Terlebih, kebijakan impor di masa menjelang panen raya sangat rawan ditunggangi oleh praktik perburuan rente dengan mengambil keuntungan dari margin antara harga beras di negara pemasok impor dengan harga beras dalam negeri, yang selisihnya bisa dua kali lipat.

Hal tersebut hanya menguntungkan distributor nasional yang mendapatkan jatah kuota impor beras. Namun merugikan jutaan petani Indonesia.

Untuk itu, GMNI meminta Presiden membatalkan niat pemerintah mengimpor beras menjelang masa panen raya.

“Impor komoditas pangan rawan praktik perburuan rente, yang mengambil untung dari margin harga di negara pemasok dengan harga pangan nasional. Ini benar-benar tidak memikirkan nasib petani kita. Impor boleh-boleh saja, apabila memang benar-benar paceklik kondisinya. Menjelang panen raya malah impor, sangat tidak Pancasilais,” pungkasnya.

HY

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  33  =  40