Channel9.id-Jakarta. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengklarifikasi isu penghapusan mata pelajaran sejarah di sekolah menengah. Nadiem menegaskan, kementerian yang dipimpinnya tidak mungkin menghapus mata pelajaran sejarah.
Terlepas dari klarifikasi Mendikbud, para guru menilai yang harus jadi perhatian dari kurikulum baru Mendikbud era Nadiem Makarim justru arah dan tujuan pendidikan Indonesia.
“Sebenernya pendidikan kita mau dibawa kemana? Karena mau tidak mau bagi masyarakat Indonesia, sekolah ini punya tugas untuk mempersiapkan putra-putri generasi penerus bagi bangsa,” ujar Lukman Hakim, Anggota Serikat Guru Rawamangun (SGR) pada Senin (21/09).
Baca juga: Mendikbud: Sejarah Tidak Mungkin Kami Hilangkan
Menurut Lukman, visi pendidikan di bawah Nadiem masih sangat ekonomistik. “Jadi kalo dibaca dari draft sosialisasinya pun terlihat di SMA bahkan dimasukkan slot mapel vokasional,” tambah pengajar Sejarah SMA Fons Vitae itu.
Selain itu, Lukman menyoroti kurikulum Nadiem belum mengakomodir pembelajaran sejarah yang beragam pandangan.
“Yang harus diperbaiki tentu saja kualitas Guru Sejarah kita. bagaimana kita mau mengajarkan sejarah yg multi-perspektif kalau gurunya saja masih kacamata kuda dalam memandang masa lalu?,” katanya.
“Yang ada justru perebutan hegemoni atas memori kolektif. Misalnya, kalo guru sejarah yg mengajar amat mendukung perspektif A, dia akan fokus mengajar sejarah yg berkaitan dengan perspektif tersebut. Sedangkan idealnya pelajaran sejarah itu kan menawarkan multi-perspektif,” tandasnya.
Sementara, Pengajar SMA Sumbangsih Haris Malikus Mustajab, meminta Mendikbud untuk menghentikan adaptasi kurikulum luar negeri yang tidak kontekstual dengan Indonesia. Harris meminta agar Mendikbud mengembalikan gagasan besar pendidikan dan kebudayaan kepada teladan Ki Hadjar Dewantara.
“Hal ini terkait paradigma bahwa hal-hal yang tidak menawarkan keterampilan praktis, tidak dibutuhkan oleh dunia pendidikan,” ungkap Haris yang juga menjadi pengajar di SMA Sumbangsih Jakarta, Ahad (20/09).
Dengan kacamata tersebut, menurutnya, Kemdikbud malah meninggalkan filosofi mendasar terkait pendidikan sebagaimana Ki Hadjar Dewantara pernah kemukakan.
“Salah satunya konsep soal koeksistensi, di mana siswa harus menyadari kehidupan bersama dari lingkup terkecil, hingga lingkup hidup yang lebih besar, di sana letak peran ilmu sosial seperti sejarah,” tandas Haris.
IG