Channel9.id-Jakarta. SETARA Institute merespon Ketua MPR Bambang Soesatyo yang meminta aparat keamanan menurunkan kekuatan penuh untuk menumpas KKB di Papua, dengan meletakkan HAM sebagai urusan belakangan.
SETARA menilai, hal itu justru dapat memicu berkembangnya spiral kekerasan dan kompleksitas persoalan konflik di Papua.
“Dalam konstruksi HAM yang juga diatur dalam UUD 1945 pasal 28i, terdapat hak-hak yang terkategori non-derogable rights yang tidak dapat dikurangi dalam kondisi apapun dan oleh siapapun,”ujar SETARA dalam pernyataan tertulisnya, Selasa (27/04).
Baca juga: Ketua MPR Minta TNI-Polri Tumpas KKB
Menurut SETARA, berkembangnya spiral kekerasan hanya akan mengakibatkan semakin banyaknya korban berjatuhan, terutama dari masyarakat sipil. Bahkan pada Kamis (8/4), 2 orang guru SD juga menjadi korban penembakan karena dianggap sebagai pendatang yang bertugas sebagai mata-mata.
“Ketimbang meletakkan HAM sebagai urusan belakangan, yang secara eksplisit tidak kondusif terhadap penyelesaian konflik Papua, Pendekatan halus dalam bentuk negosiasi yang dilakukan terhadap GAM di Aceh seharusnya dapat menjadi pembelajaran,”lanjut SETARA.
Terlebih, para aktor yang terlibat ketika itu masih dapat dijumpai. Melalui strategi ini kelompok eks kombatan GAM yang dipimpin Din Minimi telah menyerahkan diri pada 2015 lalu. Penyerahan diri Din Minimi itu kemudian diikuti oleh 120 orang anak buahnya dan menyerahkan persenjataan yang mereka pegang (bbc, 29/12/2015). Dengan demikian, penyelesaian konflik dapat dilakukan tanpa memakan korban jiwa lagi, terutama dari masyarakat sipil.
Dalam penyelesaian konflik di Papua, SETARA mendesak kedua belah pihak untuk melakukan kesepakatan penghentian permusuhan (cessation of hostilities) agar dialog mencari jalan damai dapat dilakukan. Kemudian mengedepankan penegakan hukum. Upaya perlu dilakukan untuk mengeliminasi kekuatan bersenjata sebagai sarana solutif, penyelesaian, atau pun pemecah masalah keamanan.