Opini

Hutan Indonesia: Warisan Berharga untuk Masa Depan Dunia

Oleh: Eva Riana Rusdi*

Channel9.id-Jakarta. Di tengah keheningan rimba, setiap desir angin membawa bisikan sejarah. Hutan Indonesia, yang membentang dari Sabang hingga Merauke, bukan hanya sekadar hamparan hijau di peta dunia, tetapi adalah paru-paru planet yang telah bernapas selama jutaan tahun. Pada peringatan Hari Hutan Sedunia tahun ini, kita diajak untuk merefleksikan kembali makna keberadaan hutan-hutan kita yang menyimpan potensi luar biasa namun berada di ambang kepunahan.

Potret Kekayaan yang Mendunia

Indonesia memiliki hutan hujan tropis terbesar ketiga di dunia setelah Brasil dan Kongo. Dengan luas mencapai 120,6 juta hektar, hutan Indonesia menjadi rumah bagi 10% spesies tumbuhan, 12% spesies mamalia, 17% spesies burung, dan 16% spesies reptil dan amfibi yang ada di dunia. Keanekaragaman hayati ini bukan hanya angka, tetapi merupakan laboratorium hidup yang menyimpan rahasia obat-obatan, pangan, dan inovasi teknologi masa depan.

Menurut catatan sejarah, hutan Indonesia telah menjadi sumber kehidupan sejak masa kerajaan-kerajaan nusantara. Kayu gaharu, cendana, dan rempah-rempah dari hutan Indonesia telah menjadi komoditas yang diperebutkan oleh pedagang dari seluruh dunia. Jejak sejarah ini menunjukkan bagaimana hutan kita telah menjadi pusat perhatian global selama berabad-abad.

Dalam konteks perubahan iklim global, hutan Indonesia memainkan peran strategis sebagai penjaga iklim dunia. Lahan gambut tropis Indonesia menyimpan sekitar 57 gigaton karbon, setara dengan 5% dari seluruh karbon yang tersimpan dalam tanah di seluruh dunia. Keberadaan hutan ini berfungsi sebagai penyeimbang suhu bumi, mencegah pemanasan global yang berlebihan.Sejarah mencatat bahwa pada masa pra-kolonial, masyarakat adat Indonesia telah memiliki kearifan lokal dalam mengelola hutan secara berkelanjutan. Konsep “hutan larangan”, “hutan adat”, dan berbagai ritual yang terkait dengan hutan menunjukkan bagaimana leluhur kita telah memahami pentingnya menjaga keseimbangan alam jauh sebelum isu lingkungan menjadi perhatian global.

Urgensi Pelestarian di Tengah Ancaman

Sayangnya, tingkat deforestasi telah merusak kekayaan hijau kita. Setiap musim, Indonesia kehilangan hampir 684. 000 hektar hutan karena orang -orang menebangnya secara ilegal, mengubah tanah untuk bertani, dan membakar hutan. Ilustrasi angka ini setara dengan hilangnya sembilan kali luas kota Jakarta setiap tahunnya.

Catatan konservasi Indonesia menunjukkan bahwa transformasi parah terjadi setelah era kolonial, di mana ekstraksi hutan ditingkatkan secara signifikan untuk memenuhi persyaratan industri. Strategi dan kebijakan Tanam Paksa di bawah pemerintahan Belanda dan konsesi hutan pada masa  Orde Baru telah mengubah pola pengelolaan hutan dari prinsip-prinsip berkelanjutan ke eksploitasi yang didorong oleh profit ekonomi.

Kondisi ini menghadirkan dilema ekologis yang krusial bagi Indonesia. Hutan yang awalnya berfungsi sebagai paru-paru dunia dan rumah bagi ribuan spesies endemik kini terancam punah. Sementara manfaat ekonomi jangka pendek dari ekstraksi sumber daya hutan terlihat menggiurkan, kerugian jangka panjangnya jauh lebih besar—meliputi hilangnya keanekaragaman hayati, gangguan siklus hidrologi, erosi tanah, hingga peningkatan emisi karbon.

Dampak deforestasi semakin buruk dengan perubahan iklim global. Hutan Indonesia, yang dulu menampung sekitar 13,5% dari karbon dunia, sekarang justru melepaskan karbon karena kebakaran dan kerusakan lahan. Masyarakat adat, selama ratusan tahun, telah melindungi hutan tetapi sayangnya, mereka menghadapi kehilangan tanah dan sumber penghidupan mereka yang berkelanjutan. Konflik kecil semakin meruncing antara perusahaan, pemerintah, dan masyarakat setempat. Tanpa reformasi fundamental dalam tata kelola hutan dan peningkatan kesadaran kolektif, Indonesia berisiko kehilangan aset ekologis berharga yang tidak tergantikan dalam hitungan dekade mendatang 

Jalan Menuju Pelestarian Berkelanjutan

Memahami sejarah pengelolaan hutan memberikan kita perspektif penting tentang bagaimana seharusnya kita bergerak maju. Revitalisasi kearifan lokal yang dipadukan dengan inovasi teknologi modern dapat menjadi kunci dalam mengelola hutan secara berkelanjutan.

Program seperti REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) dan inisiatif perhutanan sosial telah menunjukkan hasil positif dalam melibatkan masyarakat lokal untuk menjaga kelestarian hutan. Pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat dan pengetahuan tradisional mereka dalam mengelola hutan juga menjadi komponen penting dalam strategi pelestarian hutan yang berkelanjutan.

Pada Hari Hutan Sedunia ini, kita diingatkan bahwa hutan Indonesia bukan sekadar aset nasional, tetapi merupakan warisan berharga untuk seluruh umat manusia. Jejak sejarah pengelolaan hutan di Indonesia mengajarkan kita bahwa hubungan harmonis antara manusia dan hutan adalah kunci keberlanjutan.

Ketika kita menatap masa depan, tantangan pelestarian hutan Indonesia semakin kompleks di tengah tuntutan pembangunan ekonomi. Namun, dengan memahami nilai penting hutan kita bagi dunia dan belajar dari sejarah, kita dapat menemukan keseimbangan yang tepat antara pemanfaatan dan pelestarian. Hutan Indonesia adalah warisan berharga yang harus kita jaga hari ini, untuk kelangsungan kehidupan di masa depan.

Baca juga: Diaspora dan Dinamika Budaya Etnis Tionghoa di Indonesia

*Pendiri Rafflesia Institute – Riset, Literasi & Edukasi Sejarah

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  49  =  53