Hot Topic Hukum

Ini Sosok Hakim yang Putuskan Tunda Pemilu, Rekam Jejaknya di Pengadilan Sering Bikin Kontroversi!

Channel9.id – Jakarta.Putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat baru-baru ini menuai polemik di masyarakat. Pasalnya, Majelis Hakim pada Kamis (2/3/2023) lalu, telah memutuskan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda Pemilu 2024. Vonis itu sekaligus kemenangan bagi Partai Prima yang tak terima gagal jadi peserta Pemilu 2024.

Majelis Hakim yang diketuai Hakim Oyong atau Tengku Oyong menilai KPU telah melakukan tindakan melawan hukum. Sebab, KPU menyatakan Partai Prima tidak memenuhi syarat dalam tahapan verifikasi administrasi parpol. Oleh sebab itu, PN Jakarta Pusat menghukum KPU untuk menunda tahapan Pemilu 2024 selama 2 tahun 4 bulan sejak putusan dijatuhkan atau hingga 2025.

Atas putusan tersebut, para pakar menilai putusan majelis hakim telah melampaui kewenangannya. Sehingga, rekam jejak ketua majelis hakim pun turut disorot publik.

Diketahui, Hakim Oyong merupakan hakim madya utama dengan pangkat pembina utama muda (IV/C) di PN Jakarta Pusat. Sebelumnya, ia bertugas di PN Medan lalu dimutasi ke PN Jakarta Pusat.

Baca Juga :Sah! Pengadilan Negeri Putuskan Pemilu 2024 Ditunda

Baca Juga :Siapa yang Bermain di Balik Putusan PN Jakpus Tunda Pemilu?

Melansir dari Tempo, Oyong tercatat pernah menangani sejumlah perkara. Berikut kasus-kasus yang pernah ditanganinya.

  1. Kasus Gugatan Fadel Muhammad kepada La Nyalla dan Mahyudin

Ketika menjalani tugas di PN Jakpus, Oyong diketahui pernah menangani gugatan yang dilayangkan anggota DPD RI Fadel Muhammad. Gugatan tersebut ditujukan kepada tergugat I Ketua DPD La Nyalla Mahmud Mattalitti, dan tergugat II Ketua DPD RI Mahyudin. Fadel melayangkan gugatan kepada keduanya lantaran Fadel dicopot dari jabatannya sebagai Wakil Ketua MPR dari unsur DPD. Ketika itu, gugatan Fadel ditolak karena PN Jakarta Pusat menyatakan tidak berwenang mengadili Surat Keputusan DPD RI atas hasil Sidang Paripurna Lembaga Negara tersebut.

  1. Kasus penipuan Eks Calon Dirut Bank Sumut Freddy Hutabarat

Oyong juga pernah menangani perkara kasus mantan calon Direktur Utama PT Bank Sumut Freddy Hutabarat. Freddy terbukti melakukan penipuan terhadap seorang pengusaha bernama Ali Sutomo sebesar Rp 275 juta. Oyong pun memvonis Freddy dengan pidana penjara selama 2 bulan dan masa percobaan selama 4 bulan. Namun, sidang putusan dinilai ganjal. Sebab, Oyong terkesan buru-buru dalam membacakan vonis terhadap Freddy. Bahkan, putusan tersebut hanya dibacakan selama 3 menit.

  1. Kasus pembunuhan oleh Edy Suwanto

Edy Suwanto Sukandi atau Ko Ahwat Tango ditetapkan sebagai terdakwa atas penculikan dan pembunuhan terhadap pengusaha rental mobil Jefri Wijaya alias Asiong. Saat itu, Oyong menjadi hakim yang menangani kasus tersebut. Namun, ia hanya menghukum Edy dengan pidana penjara 5 bulan dan 3 hari. Padahal, kasus tersebut termasuk sebagai kasus yang sangat berat karena adanya pasal berlapis, yakni pasal pembunuhan berencana sekaligus pasal perampasan kemerdekaan.

  1. Kasus Nyi Roro Kidul

Hakim Oyong tercatat pernah menangani kasus Siska Sari W Maulidhina alias Siska yang mengaku keturunan Nyi Roro Kidul. Siska dituding melakukan penipuan terhadap mantan kekasihnya yang juga anggota DPR RI Rudi Hartono Bangun berkedok titisan makhluk mitologis itu. Akibatnya, Rudi mengalami kerugian hingga Rp 4 miliar. Namun, Oyong memvonis lepas Nyi Roro Kidul ‘bodong’ itu dari segala tuntutan. Hakim Oyong menyebut tindakan Siska tidak masuk ke dalam ranah pidana.

Padahal, Jaksa menilai Siska terbukti melanggar Pasal 378 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP serta pencucian uang sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 UU RI No. 8 Tahun 2010. Jaksa menuntut Siska dengan pidana penjara 10 tahun dan denda Rp 2 miliar subsider enam bulan kurungan.

  1. Kasus perobek dan pembuang Al-Quran Doni Irawan Malay

Oyong juga pernah menangani kasus Doni Irawan Malay yang merobek dan membuang Al-Quran Masjid Raya Al-Mashun Kota Medan. Oyong menjatuhkan vonis hukuman pidana selama tiga tahun penjara kepada Doni. Ia menilai Doni terbukti bersalah dengan sengaja mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan bersifat permusuhan, dan penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia. Namun, vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut Doni dihukum empat tahun penjara.

HT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  66  =  76