Channel9.id – Jakarta. Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia (ISRI) menilai, adanya isu rencana impor beras dan garam merupakan bentuk pemiskinan dan ketidakberpihakan kepada petani. ISRI meminta isu itu dihentikan.
“Rencana impor beras sebanyak sekitar 1 juta ton pada kwartal 1 tahun 2021 tidak sesuai dengan ketersediaan beras dari pada semester 1 tahun 2021 sebesar 24,9 juta ton dengan kebutuhan 12,3 juta ton, mengingat pada bulan maret-April ini petani akan panen raya itu akan melukai dan merugikan petani secara nasional,” ujar Sekjen DPN ISRI, Cahyo Gani Saputro, dalam keterangan tertulis, Jumat 19 Maret 2021.
Terkait produksi garam dalam negeri untuk garam industri, Cahyo menyatakan, dari tahun ke tahun memang mengalami problematika yang sama. Untuk mengatasi hal itu, seharusnya ada terobosan di bidang teknologi untuk mengatasi garam industri sehingga garam-garam produksi nasional masuk kualifikasi.
“Sungguh ironis kita sebagai negara kepulauan dan memiliki garis pantai yang panjang namun terus impor garam yang mana tahun 2021 tercatat kuota impor garam sebanyak 3 juta ton lebih tinggi dibanding 2020 sebanyak 2,9 juta ton, dengan produksi garam dalam negeri sekitar 2,1 juta ton pada 2021 dan kebutuhan garam nasional tahun ini sebanyak 4,6 juta ton,” kata Cahyo.
“Untuk garam rumah tangga tidak ada persoalan, tinggal bagaimana peningkatan produksi baik melalui petani petambak garam dan industri garam nasional, yang perlu menjadi perhatian dan keseriusan adalah produksi untuk garam industri bagaimana pemerintah membuat terobosan dan legacy agar garam produksi nasional ini masuk kualifikasi untuk garam industri sehingga persoalan impor garam bisa segera dihentikan ujarnya,” lanjutnya.
Cahyo mengakui, salah satu problematika pertanian nasional yakni nilai ekonomi menanam padi di pulau Jawa sudah mengalami penurunan akibat sempitnya kepemilikan lahan, waris mewaris, dan alih fungsi lahan pertanian.
Dalam hal ini, harus ada keseriusan dinas-dinas pertanian untuk memverifikasi klasifikasi LP2B dan penerapannya pada penataan ruang. Kemudian, potensi pertanian di luar Jawa harus ditingkatkan dengan pencetakan sawah-sawah baru yang jelas datanya.
“Dan keseriusan pemerintah dalam menjalankan landreform sehingga CPCL pada lahan-lahan yang masih luas paling tidak satu rumah tangga tani menggarap minimal 1-2 hektar agar masih memiliki nilai ekonomi dalam produksi padi,” kata Cahyo.
Namun, sebagai catatan, pada wilayah-wilayah hulu atau pegunungan baik kawasan hutan dan luar kawasan hutan yaitu pada kawasan hutan pentingnya reboisasi pada lahan-lahan gundul serta di luar kawasan perlunya penghijauan dengan jenis tanaman-tanaman yang kuat akarnya.
“Program-program perhutanan sosial harus memberikan edukasi pada rakyat agar tidak menimbulkan persoalan lingkungan baru pada wilayah tengah ataupun hilir. Pentingnya program secara holistik dilakukan khusunya penguatan pada penataan ruang. Untuk itulah Undang-undang Cipta Kerja dan peraturan pelaksaannya ini diuji secara praksis dalam pembangunan sekaligus ekologis,” ujar Cahyo yang juga praktisi hukum ini.
HY