Oleh: Tim Rumah daulat Buku (Rudalku)
Channel9.id – Jakarta. Saat mengelola usaha warnet, Kristianto belum memahami dinamika dunia Islam. Kala itu ia menggemari video ceramah KH Anwar Zahid yang lucu.
“Saya dulu benci jenggot, celana cingkrang. Saya waktu itu gak mau terkotak-kotak,” ujar Kristianto.
Penasaran dengan Aksi Pengeboman
Beberapa tahun sebelum bergabung dengan Jamaah Anshorud Daulah (JAD), Kristianto memiliki sikap anti pemerintah karena dalam pandangannya pemerintah itu penuh korupsi dan ketidakadilan. Rasa penasaran Kristianto mulai muncul begitu ada peristiwa pengeboman, beberapa tahun sebelum ada Jamaah Anshorud Daulah (JAD).
Sejumlah peristiwa pengeboman, membuat ia ingin mengetahui apa alasan orang melakukan aksi pengeboman. Ia pun mencari alasan itu melalui internet.
Baca juga: Jalan Jihad Penjual Siomay Literasi (2)
Puncak keingintahuan Kristianto pada saat terjadi krisis Timur Tengah, terutama saat Islamic State in Irak and Syiria (ISIS) mendeklarasikan berdirinya kekhilafahan Islam pada Juni 2014.
“Saat 2014 itu, saya sudah googling kemana-mana,” ucapnya.
Saat di Malang ada acara deklarasi khilafah Kristianto penasaran. “Apa sih?” pikirnya kala itu. Ia pun mencari tempatnya, tapi tidak menjumpai. Ia tahu bahwa saat itu belum ada JAD, yang ada FPI, MMI, Al-Muhajirin, dan NII. Organisasi-organisasi tersebut kemudian sepakat bergabung di JAD.
Mulai Kenal Ustadz Romli.
“Ketika deklarasi khilafah di 2014 itu, saya belum kenal dekat dengan Ustadz Romli,” ujar Kristianto.
Perkenalan Kristianto dengan Ustadz Romli karena putri pertamanya yang belajar di Pesantren al-Ikhlas asuhan Ustadz Faiz (alm). Di pesantren itu pula putri Ustadz Romli belajar. Kristianto pun bertemu Ustadz Romli di pesantren itu. Setelah kenal, ia main ke kediaman Ustadz Romli.
“Saya penasaran ingin tahu,” ujar Kristianto.
Dari situ mulai, ia diajak mengaji di kediaman Ustadz Romli. “Waktu itu belum banyak orang, baru ada 4 orang, kadang di tempat Pak Romli, kadang di tempat saya,” ucapnya.
Ustadz Romli, cerita Kristianto, sebelumnya sudah ikut pengajian online al-Muhajirin yang ustadznya adalah Ustadz Aman Abdurrahman. Saat itu, Kristianto mulai aktif, dan ikut i’dad fisik dan i’dad imani dengan mengikuti dauroh-dauroh (pelatihan-pelatihan) dan halaqoh. Kristianto pertama kali ikut i’dad fisik di Gunung Panderman, di Batu, Malang. Ia hanya ikut i’dad fisik, tidak tadrib askari.
“Kalau tadrib itu untuk askariah (militer). Untuk umum, i’dad saja. Untuk dakwah beda lagi. Ada tadribnya sendiri untuk masalah keilmuan,” tutur dia.
Ia sempat ditunjuk menjadi anggota askari, tapi menolak. “Naik gunung saja napasnya pedot,” ujar Kristianto.
Cerita Amir JAD
Pada 14 Januari 2016 terjadi pengeboman di Jalan Sarinah, Tamrin, Jakarta. Dari peristiwa itu merembet ke mana-mana, banyak penangkapan, termasuk anggota JAD di Malang.
“Anggota JAD Malang yang dibawa enam orang, termasuk Pak Romli. Ada yang dibebaskan 1 karena orang baru. Terus kosong,” ujar Kristianto.
Setelah kosong, Abu Umar Blitar, amir JAD Jawa Timur, mengangkat Kristianto untuk menjadi amir JAD Malang. Suatu hari Abu Umar datang ke tempat Kristianto. “Ikut saya ke Probolinggo,” ajar Abu Umar. Saat itu di Probolingga ada acara pertemuan JAD se-Jawa Timur.
Saat acara itulah Kristianto ditunjuk menjadi amir JAD Malang. Meski ia menolak, akhirnya menerima karena alasan tidak ada anggota yang lain kecuali Kristianto.
Setelah menjadi amir, Kristianto kembali ke Malang. Ia melakukan aktivitas seperti biasa. Aktivitas ekonominya adalah menjual tahu frozen. Ia juga mengelola taman baca Al-Quran.
Sementara itu, JAD Malang memiliki sejumlah program, di antaranya membangun ekonomi keluarga anggota yang ditangkap.
“Memberdayakan umahat (para istri) agar punya usaha sendiri. Melakukan pelatihan bekam; yang bisa mengajari yang belum bisa,” ujar Kristianto.
Kristianto menjelaskan bahwa plihan mendirikan usaha itu yang dapat dilakukan karena sulit mendapatkan peluang bekerja. Tapi, program tersebut belum sempat berjalan.
“Dapat uang bisa untuk diri sendiri dan untuk membantu yang lain,” ujarnya.
Kristianto protes dengan kepemimpinan Abu Umar yang sering ke Malang—karena dua dari tiga istrinya tinggal di Malang—tanpa melibatkan dirinya ketika ada santunan untuk umahat yang suaminya di penjara.
“Ini daerah saya, Malang, kenapa gerak sendiri. Saya amir Malang. Malang ya Malang, Jatim ya Jatim. Fungsi saya apa?” gugat Kristianto. Dirinya pun menolak ditarik infak. “Kalau saya tidak dipercaya, kenapa saya dijadikan amir.”
Bagi Kristianto waktu itu, hijrah itu keinginan, dan cita-cita. Suriah, tempat para nabi. Meninggal di sana bagus, luar biasa. “Saya sih anggap ini rejeki, kalau memang bisa ke pergi dan tinggal di sana. Persiapan apa yang dilakukan. Pasport saja tidak punya,” demikian ceritanya. (Bersambung)