Nasional

Jalan Jihad Penjual Siomay Literasi (4)

Oleh: Tim Rumah daulat Buku (Rudalku)

Channel9.id – Jakarta. Serangkaian bom meledak di Surabaya dengan sasaran gereja pada Mei 2018. Kristianto kenal dengan salah seorang pelaku yang biasa disapa Abu Halim bersama anak dan istrinya.

Duh, Abu Halim!

Kristianto mengenal Abu Halim saat ada acara di Surabaya. “Semula saya tidak percaya. Ah, bukan. Besoknya saya ke warnet melihat foto pelaku. Duh, Abu Halim,” kenangnya.

Polisi kemudian melacak orang-orang yang terkait dengan pengeboman gereja di Surabaya itu. Amir-amir semua ditangkap karena dianggap ikut bertanggung jawab secara struktur atas kejadian bom Surabaya. Polisi bilang, “Sebelum terjadi, ditangkap dulu. Kamu nanti dijadikan pengantin.” Kristianto menjawab sambil berseloroh, “Alhamdulillah, kalo ada perempuan baru.”

Selain kenal dengan Abu Halim, Kristianto juga kenal dengan Budi Satria, anggota JAD asal Surabaya yang ditembak mati oleh polisi.

Baca juga: Jalan Jihad Penjual Siomay Literasi (3)

Kristianto mengenal sosok Abu Halim sebagai seorang amir Surabaya yang memiliki sikap keras.

Kristianto ditangkap pada hari Selasa. Saat itu ia hendak mengantar pesanan tahu ke pemilik warnet langganannya. Selain membawa tahu, ia juga membawa kurma dan madu karena saat itu hendak memasuki bulan Ramadhan.

“Jam 9-an pagi saya keluar rumah, pamit sama istri. Suasana sepi,” ujar Kristianto.

Saat di pertigaan jalan ia ditangkap. “Saya sempat melawan, lalu tulang rusuk saya dipukul,” ucapnya.

Pukulan ke tulang rusuk itu membuat Kristianto lumpuh tak berkutik.

Setelah penangkapan, ia dibawa ke Polres Malang lalu ke Mako Brimob Malang. “Mata saya ditutup lakban.” Setelah itu, ia dibawa ke Mako Brimob Surabaya untuk dilakukan penyidikan.

Cipinang Memberi Kesadaran

Statusnya sebagai anggota JAD sejak 2014, mengikuti dauroh (pelatihan) dan halaqoh (pertemuan), pernah baiat kepada pemimpin ISIS Abu Bakar al-Baghdadi, serta statusnya sebagai amir JAD Malang, membuat Pengadilan memvonis Kristianto dengan hukuman penjara tiga tahun emam bulan.

Kristianto melihat, di JAD para ikhwan berbeda pemikiran. “Ada yang punya pemikiran pokoknya aku mau hijrah, tidak mau di sini, apalagi melakukan teror. Ada juga yang berpikiran, di sini sudah negeri perang, dengan mencontoh ketika Andalusia jatuh, wajib qital.”

Kesadaran Kristianto muncul saat ia berada di Lapas Cipinang. Ia banyak belajar dari rekan sesama ikhwan.

“Saya ketemu pertama kali dengan seseorang, pasti baiknya doang. Jika ingin tahu semuanya, duduklah bareng,” ujar Kristianto.

Pada awalnya, ia bersikap keras. Bahkan ia menolak untuk membacakan Pancasila.

“Di dekat saya ada lambang garuda Pancasila, gak mau saya. Terus ada petugas meminta saya membaca Pancasila, saya tolak, dan meninggalkan tempat tersebut.” (Bersambung)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

6  +  2  =