Channel9.id – Jakarta. Presiden Joko Widodo telah meminta menteri-menterinya untuk berhenti membicarakan perpanjangan masa jabatan presiden dan amandemen UUD 1945. Namun, pernyataan itu dinilai masih belum jelas dan tegas, oleh Virdika Rizky Utama, peneliti PARA Syndicate dalam diskusi public PARA Syndicate, Jumat (08/09). “Kalimatnya masih bersayap dan masih memberikan celah untuk para elite melakukan manuver politik,” kata Virdi.
Dalam diskusi yang dihadiri juga oleh Peneliti CS Nicky Fahrizal dan Politikus PDI-Perjuangan Masinton Pasaribu itu, Virdi juga menilai komunikasi politik yang terjadi di era Jokowi ini terburuk pasca-reformasi. “Dalam konteks penambahan periode masa jabatan tidak bisa tegas, dalam hal lain juga menterinya acap kali tak sejalan dengan presiden,” cetusnya.
Penulis buku Menjerat Gus Dur ini juga mengungkapkan, wacana penambahan masa jabatan dan amandemen UUD juga hanya mewakili kepentingan elit politik. Virdi melanjutkan, para pebinis atau oligarkh yang juga menjadi menteri, di era Jokowi ini merasa bisnisnya mengalami kerugian saat terjadi covid-19 memanfaatkan situasi ini dengan mengonsolidasikan kekuatan untuk tambah masa jabatan presiden.
“Dengan harapan masa jabatan mereka juga bertambah. “Jadi pelaksanaan pemilu harus sesuai konsitutusi dan UU serta keinginan publik, yaitu April 2024,” tambah Virdi.
Sementara itu, Nicky Fahrizal mengatakan bahwa konstitusi bisa saja diubah melalui amandemen, tetapi situasinya hari ini sangat tidak tepat.
“Tidak ada kegentingan yang mendesak untuk kita mengubah konsitusi,” ujarnya.
Bila amandemen sampai terjadi, kata Nicky, maka sistem ketatanegaraan Indonesia akan menjadi rusak. “Kalau mau konstitusikan semua argumen dan harus diuji dulu, ini kan hanya ingin memuaskan syahwat politik para elite saja,” tambah Nicky.
Nicky berharap, ada ketegasan dari Presiden Joko Widodo untuk mengatakan bahwa dirinya cukup menjabat dua periode saja. Agar, sambung Nicky, terjadi kondisi politik yang kondusif dan pemerintah dapat fokus menyelesaikan masalah lain yang tengah terjadi di masyarakat.
“Wakil Presiden Ma’ruf Amin bisa kok dengan tegas menyatakan Jokowi dua periode, ini kok presidennya tidak bisa tegas,” cetus Nicky.
Baik Nicky maupun Virdi sepakat, bahwa isu dan wacana tersebut harus mendapatkan perhatian yang sangat besar dari rakyat Indonesia. “Sebab, konstitusi menyangkut panduan dalam bernegara,” tegas mereka.
Di sisi lain, Masinton menegaskan bahwa pernyataan Presiden Joko Widodo untuk para menterinya tak berbicara soal tunda pemilu dan amandemen sudah cukup tegas. “Itu pesan yang sangat kuat untuk para menterinya yang cari perhatian kepada presiden,” kata anggota DPR Komisi XI ini.
Selain itu, Masinton juga meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk menegur dan bahkan mengevaluasi para menteri yang ikut berbicara dan mewacanakan penundaan pemilu dan amandemen.
“Itu terutama Luhut Binsar Pandjaitan yang jadi Lord Brutusnya. Semua media juga sudah ungkap dia konsolidasi dengan ketum parpol dan mengumpulkan kepala daerah,” seloroh Masinton.
Secara pribadi maupun sebagai politisi PDI-Perjuangan, sambung Masinton, mendukung dan menjaga proses demokrasi yang sudah berjalan sejak reformasi 1998.
“Ya, pemilu tetap jalan sesuai waktunya inikan bagian dari demokrasi. Demokrasi itu mencegah kerakusan para elite tua berwatak tiran seperti Luhut itu,” cetusnya.
“Kita boleh berbeda dalam hal lain di politik, tetapi menyangkut hal yang prinsipil dalam demokrasi kita mesti bersatu untuk melawannya,” imbuh dia.
Sekali lagi, Masinton menegaskan sikap dirinya dan PDI-Perjuangan yang tak akan ambil bagian dalam wacana penundaan pemilu dan proses amandemen. “Itu kan gak penting. Pemilu akan tetap berjalan 2024, pemerintah bersama DPR akan membahas anggaran dan teknisnya dalam beberapa waktu ke depan,” pungkas dia.
HY