Channel9.id – Jakarta. Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung), menyita sejumlah uang dan dokumen dari rumah dan kantor pengusaha minyak, Riza Chalid. Penggeledahan dilakukan terkait kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero).
Penggeledahan dilakukan di dua tempat, yakni rumah yang dijadikan kantor di Plaza Asia Jalan Sudirman dan di sebuah rumah Jalan Jenggala II Nomor 1, Selong, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Penggeledahan dilakukan pada Selasa (25/2/2025) siang hingga malam.
“Kita menemukan beberapa dokumen yang terdiri dari 34 kontainer dokumen dan 49 bundel dokemumen. Ada barang bukti elektronik yang ada di dalam 2 CPU. Ada sedikit sejumlah uang (ditemukan dan disita),” kata seorang penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung berinisial N, Rabu (26/2/2025).
Barang bukti itu ditemukan di rumah yang berlokasi di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Di lokasi ini, penggeledahan dilakukan selama 11 jam dari pukul 12.00 WIB hingga malam hari.
Sementara itu, penggeledahan di Plaza Asia, Sudirman, Jakarta, lebih cepat dibanding di Kebayoran Baru.
Jumlah total uang yang disita belum dipastikan, karana masih dihitung.
Sebelumnya, Kejagung pada Senin (24/2) malam menetapkan tujuh tersangka baru dalam kasus ini, yaitu Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, dan Yoki Firnandi (YF) selaku PT Pertamina International Shipping.
Tersangka lainnya, yakni Agus Purwono (AP) selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
Penyidik Jampidsus Kejagung menyebut para tersangka telah melakukan permufakatan jahat dalam kegiatan pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga.
Pemufakatan tersebut diwujudkan dengan tindakan (actus reus) pengaturan proses pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang sehingga seolah-olah telah dilaksanakan sesuai ketentuan dengan cara pengkondisian pemenangan DMUT/Broker yang telah ditentukan dan menyetujui pembelian dengan harga tinggi (Spot) yang tidak memenuhi persyaratan.
Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka Riva Siahaan melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92, padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 atau lebih rendah.
Kemudian, Riva cs melakukan blending pengolahan di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92. Padahal hal tersebut tidak diperbolehkan.
“Pada saat telah dilakukan pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang, ada mark up kontrak shipping (pengiriman) yang dilakukan oleh YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping sehingga negara mengeluarkan fee sebesar 13 persen sampai dengan 15 persen secara melawan hukum sehingga tersangka MKAR mendapatkan keuntungan dari transaksi,” ujar Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar, Senin (24/2/2025) malam.
Penyidikan kasus ini sudah dimulai sejak tahun lalu di mana Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) pertama dikeluarkan pada 24 Oktober 2024. Tim penyidik telah memeriksa sebanyak 96 orang saksi serta melakukan penyitaan terhadap 969 dokumen dan 45 barang bukti elektronik (BBE).
Akibat praktik korupsi ini diperkirakan negara mengalami kerugian mencapai Rp193,7 triliun. Rinciannya, kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun, kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp2,7 triliun.
Selain itu kerugian impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp9 triliun; kerugian pemberian kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun; dan kerugian pemberian subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun.
Baca juga: Kronologi Korupsi di Pertamina yang Rugikan Negara Rp193,7 T
HT