Oleh : Yanuar Iwan
Pelihara TNI, pelihara angkatan perang kita, jangan sampai TNI dikuasai oleh partai politik manapun juga. Ingatlah bahwa prajurit kita bukan prajurit sewaan, bukan prajurit yang mudah dibelokkan haluannya, kita masuk dalam tentara, karena keinsyafan jiwa dan sedia berkorban bagi bangsa dan negara ( Amanat Jenderal Soedirman dalam peringatan hari TNI, 5 Oktober 1949 di Yogyakarta )
Perjuangan dan integritas TNI, adalah bagian dari perjalanan sejarah bangsa ini, TNI lahir dari revolusi rakyat, bersama rakyat mengorbankan segenap jiwa dan raga.
TNI membentuk dirinya sendiri tidak dibentuk pemerintah maupun partai politik, Presiden Soekarno hanya mengeluarkan maklumat pada tanggal 5 Oktober 1945 tentang pembentukkan Tentara Keamanan Rakyat ( TKR ) mantan Mayor KNIL Urip Sumoharjo ditugaskan untuk membentuk Markas Besar Tertinggi TKR ( MBT TKR ) berdasarkan organisasi ketentaraan yang wajar dan organis struktural, dikarenakan Supriadi yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk memimpin TKR tidak pernah muncul dan diperkirakan telah dibunuh oleh bala tentara Jepang sesudah pemberontakan PETA di Blitar Pebruari 1945.
Letnan Jenderal Urip Sumoharjo berinisiatif mengadakan rapat besar para perwira pada tanggal 12 Nopember 1945 di Yogyakarta dengan melibatkan tentara yang berpangkat Letnan Kolonel atau menjabat komandan resimen. ( Hendi Johari, Historia id )
Suasana rapat jauh dari disiplin tentara hampir seluruhnya yang hadir membawa senjata, pistol dan senapan ringan. Ada juga yang membawa gunto ( pedang Jepang ) dan klewang Belanda. Saya menyebutnya sebagai rapat koboy – koboyan ( Didi Kartasasmita Pengabdian bagi kemerdekaan penyusun Tatang Sumarsono, Historia. id )
Suasana revolusi demikian terasa dan persaingan dua korps militer mendominasi rapat tersebut dari delapan kandidat Panglima besar kemudian mengerucut menjadi dua kandidat yang mewakili korps militer yang berbeda KNIL dan PETA. Letnan Jenderal Urip Sumoharjo berasal dari KNIL ( Tentara Hindia Belanda ) dan Kolonel Soedirman mewakili PETA ( Tentara Pembela Tanah air bentukan Jepang ). Hasil akhir pemilihan Kolonel Soedirman memperoleh 22 suara dan Letnan Jenderal Urip Sumoharjo memperoleh 21 suara. Kolonel Soedirman diangkat menjadi Panglima Besar TKR dengan pangkat Jenderal dan Letnan Jenderal Urip Sumoharjo menjadi Kepala Staf Umum TKR.
Model Bottom Up didalam proses pemilihan tersebut linear dengan suasana revolusi yang membutuhkan kepastian, kecepatan, komunikasi dan koordinasi, prajurit menentukan sendiri Panglimanya melalui suatu pemilihan yang demokratis, Jenderal Soedirman yang ahli strategi perang yang sukses menghancurkan Inggris di Ambarawa dan Letnan Jendral Urip Sumoharjo administor militer mumpuni yang mengkonsep struktur organisasi TKR.
Dibawah komando keduanya TKR menjadi organisasi militer solid yang dicintai rakyat, berjuang bersama rakyat, jatuh bangun bersama rakyat, bahagia dan menderita bersama rakyat.
Sejarah mencatat pada saat agresi militer Belanda II 19 Desember 1948, Pak Dirman menolak saran Presiden Soekarno agar tetap tinggal dirumah sampai penyakitnya sembuh, ia menjelaskan…….Kalau Panglima Besar sampai ditangkap Belanda akibatnya tidak baik bagi perjuangan. Sebaliknya Pak Dirman mengajak Presiden keluar kota untuk melanjutkan perang gerilya melawan Belanda. Namun ajakan itu ditolak Presiden dengan mengatakan, Presiden dan Wakil Presiden akan tetap di istana untuk melanjutkan perjuangan diplomasi ( Himawan Soetanto, Yogyakarta 19 Desember 1948, 2006: 290 )
Pak Dirman bertanya kepada Bung Karno “Apakah ada pesan untuk TNI ? ” Bung Karno pun berkata “Belanda janganlah dihadapi secara frontal, tetapi harus dihadapi dengan perang gerilya, perang rakyat, jangan hadapi tentara Belanda di dalam kota karena akan membawa korban rakyat banyak. Tetapi bawalah tentara Belanda ke desa-desa, ke hutan-hutan, gunung-gunung, dan tentara Belanda sudah menjadi kelompok-kelompok kecil, seranglah dengan secara perang gerilya lakukan ini siang dan malam, kita insyaa Allah akan menang karena kita dipihak yang benar dan Tuhan akan selalu menolong dan melindungi kita semua ( Himawan Soetanto, Yogyakarta 19 Desember 1948, 2006 : 291 )
TNI bersama rakyat melakukan perang gerilya dan rakyat menyaksikan keteguhan sikap Pak Dirman, karena menurutnya haram hukumnya bagi tentara untuk menyerah. Rakyat mendukung dengan segenap jiwa dan raganya, memberikan apa yang mereka punya dan dialektika bersejarah itu menghasilkan kemenangan gilang gemilang yang menghasilkan pengakuan kedaulatan 27 Desember 1949.
TNI pernah memiliki dua Jenderal yang kharismatis, berintegritas, jujur, tegas dan sederhana dekat dengan rakyat dan dicintai prajurit-prajuritnya.
DIRGAHAYU TNI, TETAPLAH BERSAMA RAKYAT, MENJADI TENTARA RAKYAT DAN TETAP MERAKYAT SEPERTI PAK DIRMAN DAN PAK URIP.
Sukaresmi, 4 Oktober 2019.