Kemendagri: Politik Uang Menggerus Demokrasi
Politik

Kemendagri: Politik Uang Menggerus Demokrasi

Channel9.id-Jakarta. Direktur Politik Dalam Negeri Ditjen Politik & Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Syarmadani mengatakan politik uang akan menggerus demokrasi, keadilan, dan kesempatan yang sama bagi seseorang untuk mengurus negara. Bahkan politik uang berpotensi menumbangkan demokrasi. Fenomena yang tampak seperti politisi yang mendapat bekal dari pemodal. Praktik ini dianggap berbiaya tinggi dan pada akhirnya akan meminta ganti rugi.

“Tentu kita sadari bersama, sesuatu yang harus kita kikis, sesuatu yang semestinya tidak menjadi bagian dari demokrasi kita. Termasuk juga dalam kegiatan-kegiatan berpemerintahan, bermasyarakat,” ujarnya saat webinar Pengembangan Literasi Politik Melalui Forum Media dengan tema “Politik Uang: Potensi, Pencegahan, dan Penindakan”, di Jakarta, Kamis (9/2/2023).

Baca juga: Kemendagri: Kepemimpinan Kepala Daerah Jadi Variabel Penting bagi Kemajuan Daerah

Syarmadani melanjutkan, politik uang sejak awal Pemilu merupakan perilaku yang sudah hadir di masyarakat. Menurut penelitian, keadaannya semakin membahayakan akhir-akhir ini. Terlebih ketika para pegiat politik, pemerhati Pemilu, dan generasi muda mulai menyuarakan kegelisahannya terkait politik uang.

“Ada sebagian bahkan jumlahnya cukup besar yang setuju terhadap keberadaan politik uang ini. Apalagi praktik-praktik lapangan, tentu banyak cerita politik uang ini masih berlangsung,” katanya mewakili Direktur Jenderal (Dirjen) Pol & PUM Bahtiar.

Dia menambahkan, karakter publik sangat menentukan dalam pencegahan politik uang. Ketika ada pihak yang memberi tetapi publik tak mau menerima, maka tidak akan terjadi politik uang. Kabar baiknya, sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Lingkar Madani, mereka menyebut walaupun masih mengkhawatirkan, persepsi publik terhadap politik uang sudah mulai berubah.

“Kalau dulu, bahwa politik uang ini benar-benar memengaruhi sikap publik, siapa yang memberi akan terpilih, ternyata pergerakan ini sudah mulai bergeser. Yaitu ketika orang bisa saja menerima uang atau sesuatu bernilai uang, tetapi tidak otomatis menjadi pemilih,” tandasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  71  =  74