Hot Topic Nasional

Kemendikbudristek: Pemberian Gelar Doktor Kehormatan Hak Pimpinan Perguruan Tinggi

Channel9.id – Jakarta. Direktur Sumber Daya Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Mohammad Sofwan Effendi menyatakan, pemberian gelar doktor kehormatan atau doktor honoris causa merupakan hak pimpinan perguruan tinggi asalkan memenuhi syarat-syarat hukum yang berlaku.

Menurut Sofwan, tidak masalah memberikan gelar doktor honoris causa kepada seseorang yang masih menjabat. Sebab, pemberian gelar tersebut bukan melihat pribadinya, melainkan melihat jasanya bagi ilmu pengetahuan, teknologi, kemanusiaan, kemjuan, dan peradaban.

“Jadi sebenarnya tidak masalah, kalau aturannya tidak bertentangan, siapapun yang diberikan, itu kan bukan pribadinya yang dilihat tapi kuantitas jasanya. Jadi, selama itu para rektor perguruan tinggi berpegang pada aturan yang ada, dan menghargai seorang dari karyanya prestasinya yang luar biasa di bidang ilmu pengetahuan teknologi, dan kemanusaian, tidak masalah. Itu haknya pimpinan perguruan tinggi,” ujar Sofwan dalam Sarasehan Universitas Negeri Jakarta (UNJ): Bedah Regulasi Pemberian Gelar Doktor Kehormatan di kampus A UNJ, Kamis 21 Oktober 2021.

Baca juga: Aliansi Dosen UNJ Tidak Representasikan Sivitas Akademika UNJ

Sofwan menyatakan bahwa dasar peraturan tentang memberi gelar Doktor (HC) meliputi UU Nomor 12/2012 Tentang Pendidikan Tinggi (Pasal 27), PP Nomor 4/2014 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi, dan Permenristekdikti Nomor 65/2016 Tentang Gelar Doktor Kehormatan.

Dalam peraturan itu, Sofwan menjelaskan, perguruan tinggi berhak memberikan gelar doktor kehormatan, apabila perguruan tinggi mempunyai akreditasi institusi A atau unggul dan memiliki program doktor terkait dengan peringkat akreditasi A.

“Perguruan tinggi yang boleh memberikan gelar doktor kehormatan itu mempunyai akreditasi institusi A dan program doktornya A,” ucap Sofwan.

Adapaun gelar doktor kehormatan dapat diberikan kepada WNI dan WNA. Untuk WNI, harus dilihat dari jasa luar biasanya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi atau bidang kemanusiaan.

“Sedangkan, untuk WNA berjasa atau karyanya bermanfaat bagi kemajuan, kemakmuran, dan kesejahteraan bagi bangsa dan negara Indonesia,” ujarnya.

Sofwan menambahkan bahwa tata cara pemberian gelar juga diatur oleh masing-masing perguruan tinggi. Manajemen pemberian itu dibahas dan disetujui oleh senat perguruan tinggi terkait. Namun, Mendikbudristek dapat mencabut gelar doktor kehormatan apabila pemberiannya tidak memenuhi persyaratan.

“Karena itu, memberikan gelar doktor engga perlu izin ke menteri karena kewenangannya dari rektor. Tapi biasanya hebohkan di media, kalau pak rektor memberikan laporan lebih bagus, nanti kita pantau. Kalau gak sesuai, jadi perdebatan, nanti kita klarifikasi, dan kalau terbukti akan dicabut, nanti menteri akan memerintahkan rektor mencabut gelar itu,” pungkasnya.

HY

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

8  +  2  =