Nasional

Ketua PBNU Soroti Tambang Nikel di Raja Ampat: Eksploitasi SDA Hanya Untungkan Segelintir Orang

Channel9.id – Jakarta. Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Mohamad Syafi’ Alielha atau Savic Ali, mengkritik praktik eksploitasi sumber daya alam (SDA) yang menurutnya hanya menguntungkan segelintir pihak. Ia menilai pendekatan ini tidak membawa kesejahteraan nyata bagi masyarakat dan justru merusak lingkungan.

Savic mendorong pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pada sektor SDA dan mulai fokus pada pembangunan sumber daya manusia (SDM). Ia menganggap eksploitasi SDA sudah tidak lagi relevan dengan arah pembangunan dunia saat ini.

“Sudah puluhan tahun kita mengeksploitasi sumber daya alam, lingkungan, hutan dan bumi tapi Indonesia enggak juga menjadi negara kaya. Kita mestinya menaruh energi lebih besar untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM) kita,” kata Savic, Selasa (10/6/2025), dilansir dari NU Online.

Pernyataan tersebut disampaikan menyusul temuan aktivitas tambang nikel dan hilirisasi di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, yang dinilai mengancam ekosistem kawasan tersebut. Temuan ini diungkap oleh Greenpeace dan menuai sorotan luas.

Savic menegaskan bahwa praktik eksploitasi SDA hanya memperkaya sebagian kecil masyarakat dan tidak mengarah pada kemajuan yang berkelanjutan. Ia menyebut negara perlu beralih ke pengembangan teknologi dan kreativitas manusia sebagai fondasi pembangunan.

“Indonesia mesti berjalan ke arah sana, bukan terus menggantungkan pada eksploitasi SDA yang sepertinya hanya memperkaya tidak lebih dari satu persen penduduk Indonesia,” tegas Savic.

Ia juga menggarisbawahi pentingnya melindungi kawasan Raja Ampat yang memiliki keunikan ekologis tinggi. Menurutnya, segala bentuk kegiatan yang berpotensi merusak kawasan tersebut, termasuk pertambangan, tidak semestinya diberikan izin.

“Di sini, pemerintah mesti memoratoriumnya. Tidak ada wilayah di Indonesia yang seperti Raja Ampat Papua. Kalau ekosistem di sana rusak, tak ada yang bisa menggantikannya,” ujarnya.

Savic menilai bahwa meningkatnya kesadaran publik terhadap dampak lingkungan dari pertambangan harus dijadikan landasan oleh pemerintah untuk mempertimbangkan moratorium pertambangan di kawasan-kawasan rentan. Ia mendorong evaluasi menyeluruh yang melibatkan ahli dan masyarakat.

“Sejumlah kawasan mesti di-review ulang, melibatkan para ahli dan masyarakat terkait dampak di masa yang akan datang,” kata Savic.

Ia juga mengingatkan agar aktivitas industri tidak hanya berorientasi pada keuntungan jangka pendek tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap generasi mendatang.

“Kita juga harus waspada dengan kerugian dan konsekuensi yang ditanggung oleh generasi Indonesia berikutnya,” tegasnya.

Raja Ampat diketahui sebagai pusat segitiga karang dunia, dengan lebih dari 553 spesies karang, 1.070 spesies ikan karang, dan ratusan jenis fauna serta flora endemik lainnya. Keanekaragaman hayati tersebut menjadikan kawasan ini salah satu destinasi wisata alam kelas dunia.

Aktivitas tambang di kawasan ini menjadi sorotan setelah Greenpeace Indonesia dan Aliansi Jaga Alam Raja Ampat menyampaikan protes terhadap kegiatan tambang nikel di lima pulau kecil, termasuk Gag, Kawe, Manuran, Manyaifun, dan Batang Pele.

Mereka menilai kegiatan tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang melarang pertambangan di pulau kecil dengan ekosistem sensitif. Berdasarkan analisis Greenpeace, lebih dari 500 hektare hutan telah rusak akibat aktivitas tambang, yang juga menyebabkan sedimentasi serta mengancam terumbu karang dan kehidupan laut.

Dalam video yang dirilis Greenpeace, terlihat adanya pembukaan lahan di tengah pulau yang diduga merupakan lokasi tambang aktif.

Baca juga: Izin Tambang PT Gag Nikel di Raja Ampat Tak Dicabut, Ini Alasan Pemerintah

HT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  7  =  14