Nasional

KI Jabar Gelar Diskusi ‘Hubungan Siaran Pers Ombudsman untuk TWK KPK Terhadap UU KIP’

Channel9.id – Jakarta. Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat menggelar diskusi publik bertajuk ‘Mengukur Temuan Ombudsman RI Terkait Dugaan Penyimpangan Prosedur Assesment Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dalam Proses Alih Status Pegawai KPK menjadi PNS Terhadap UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP)’ pada Kamis 29 Juli 2021 siang.

Diskusi ini dibuka oleh Ketua Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat, Ijang Faisal. Hadir pula tiga narasumber yakni Guru Besar Hukum dan Kebijakan Publik Unpar Bandung, Asep Warlan Yusuf; Guru Besar Hukum International Unpad Bandung, Romli Atmasasmita; dan mantan Komisioner Ombudsman RI, Alamsyah Saragih.

Ijang Faisal menyampaikan, tujuan diskusi ini untuk mengukur hubungan antara tindakan Ombudsman RI memeriksa prosedur dan hasil TWK yang kemudian diungkap ke publik, dengan UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Alamsyah menyampaikan, Ombudsman berhak melakukan pemeriksaan prosedur TWK yang diselenggarakan KPK. Sebab, Ombudsman memiliki kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik.

“TWK Pegawai KPK termasuk pelayanan publik sebagaimana diatur oleh UU No. 25/2009,” kata Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) 2009-2013 ini.

Alamsyah juga menjelaskan, Ombudsman berwenang untuk melakukan pemeriksaan terhadap prosedur dalam pembentukan Peraturan KPK, pelaksanaan TWK Pegawai KPK dan penetapan hasil TWK.

“Hal itu sesuai dengan amanat UU No.37/2008 tentang ORI yang antara lain memberi mandat memeriksa prosedur dan hasil dari TWK komisi rasuah tersebut,” katanya.

Bahkan, Ombudsman berwenang untuk mempublikasikan temuan dengan pertimbangan kepentingan umum, dalam kadar tertentu yang ditentukan oleh Ombudsman.

“Berwenang diekspos karena menyangkut kepentingan publik, baik di bidang administrasi maupun hak informasi publik. Bukan kemudian seolah-olah memperjuangkan 75 anggota KPK yang tak lolos TWK, atau jangan selalu dikaitkan politik,” ujarnya.

Terkait hasil TWK bisa diungkap ke publik, Alamsyah menyampaikan, peserta berhak atas informasi penilaian TWK diri mereka masing-masing berdasarkan permintaan. Informasi itu juga bisa diungkap ke publik atas persetujuan peserta. Hal itu diatur dalam pasal 17 dan 18 UU KIP.

Di samping itu, Alamsyah menyampaikan, rekomendasi dari temuan Ombudsman bukan seperti hakim yang membatalkan sebuah putusan. Namun, lebih memberikan saran dan rekomendasi agar mencegah maladministrasi sebuah badan publik.

“Apalagi dari kawan-kawan ORI juga sudah infokan ke saya, bahwa isi rekomendasi dalam siaran pers tersebut pun sudah disambut tim presiden. Sudah ada pembicaraan antara Komisioner ORI dengan tim dalam menindaklanjuti temuan Ombudsman,” katanya.

Sementara itu, Romli Atmasasmita menilai, siaran pers Ombudsman terhadap hasil TWK pegawai KPK bertentangan dengan UU KIP. Menurutnya, informasi dari Ombudsman menyesatkan dan menghalangi-halangi tugas KPK dalam pemberantasan korupsi.

Di samping itu, Romli menilai, Ombudsman tidak sah melakukan pemeriksaan. Sebab, KPK merupakan badan penegakkan hukum, bukan pelayanan publik.

“Selain itu, Ketua KPK itu fungsi utamanya penegakan hukum, tidak ada fungsi pelayanan publik. Jadi, tidak relevan dari awal. 75 pegawai KPK yang tak lolos KPK bukan hanya lakukan implementasi hukum tapi juga harus faham kultur eksistensi KPK,” kata Romli.

Oleh karena itu, siaran pers tersebut tidak sesuai kewenangan ORI dan berpotensi melanggar aturan. Merujuk UU No.37/2008 tentang ORI, peran fungsi Ombudsman hanya terkait pemeriksaan atas perbuatan melanggar hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain, dan menimbulkan kerugian material.

“Tidak ada asap kalau tak ada api. Akarnya bukan di siaran pers hemat saya, tapi bahwa KPK sebelum TWK ini adalah lembaga dengan kewenangan luar biasa yang sulit dikendalikan sekalipun dari internal. Kewenangan mereka tidak disertai akuntabilitas yang baik, belum dengan faksi internal. Betapa banyak tersangka yang ditetapkan tanpa bukti permulaan, betapa banyak keputusan bukan kolegial tapi kewenangan suara mayoritas,” katanya.

HY

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

6  +  3  =