Ekbis Opini

Konsumen Belum Optimis

Oleh: Awalil Rizky*

Channel9.id-Jakarta. Bank Indonesia menilai berlanjutnya perbaikan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi. Dasarnya adalah kenaikan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Maret dibandingkan Januari dan Februari, menurut Survei Konsumen (SK) Bank Indonesia pada Maret 2021.

Penilaian responden atas perkembangan program vaksinasi nasional yang berjalan lancar disebut Bank Indonesia sebagai pendorong perbaikan IKK tersebut. Baik dalam hal keyakinan terhadap kondisi ekonomi saat ini maupun ekspektasi ke depan.

Survei Konsumen Bank Indonesia yang dilakukan tiap bulan memiliki jumlah responden sekitar 4.600 rumah tangga, yang berdomisili di 18 kota. Pengolahan hasil survei dengan metode Balance Score yaitu saldo bersih (net balance) ditambah 100. Saldo bersih merupakan selisih antara responden yang menjawab meningkat dengan yang menjawab menurun. Nilai indeks di atas 100 berarti optimis, dan sebaliknya berarti pesimis.

IKK pada Maret 2021 yang diklaim menunjukkan perbaikan sebenarnya masih berada di zona pesimis. Nilainya hanya sebesar 93,4. Nilai itu dapat dibaca dibaca sekitar 56,5% responden masih menjawab kondisi dan harapannya memburuk.

Dampak pandemi menyebabkan IKK memasuki zona pesimis sejak April 2020. IKK menyentuh titik terendah sepanjang sejarah survei, yaitu sebesar 77,8 pada Mei 2020. Pada bulan itu, sekitar 61% responden yang merasa kondisinya memburuk. IKK kemudian berfluktuasi selama beberapa bulan berikutnya, namun belum pernah masuk zona optimis.

IKK sebesar 93,4 pada Maret 2021 merupakan rata-rata sederhana dari Indeks Kondisi Saat ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK). IKE mencerminkan penilaian konsumen atas kondisi saat ini dibanding 6 bulan lalu, berada di zona pesimis, sebesar 72,6. Sedangkan IEK merupakan ekspektasi konsumen untuk 6 bulan mendatang, berada di zona optimis, sebesar 114,1.

IKE mencakup tiga aspek. Masing-masing dihitung indeksnya dalam pengolahan hasil survei. Ketiganya berada di zona pesimis. Yaitu: Indeks Penghasilan saat ini (78,23), Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja (59,60), dan Indeks Pembelian Barang Tahan Lama (80,02).

Ketika dampak pandemi membuat nilai IKK memasuki zona pesimis, memang lebih disebabkan pandangan atas kondisi terkini (IKE). Masyarakat mengaku kondisinya jauh lebih buruk dari 6 bulan sebelumnya. IKE terendah dialami pada Juni 2020 sebesar 45,8.

Ketika IKE hanya sebesar 68,6 pada Desember 2020, maka mereka menilai kondisinya justeru lebih buruk dari bulan Juni tadi. Begitu pula IKE sebesar 72,6 pada Maret 2021 berarti menganggapnya lebih buruk dari September 2020.

IKE terendah adalah ketersediaan lapangan kerja, yang hanya 59,60 pada Maret 2021. Berarti hanya sekitar 30% responden yang menganggap kondisinya lebih baik. Sedangkan yang mengaku lebih buruk mencapai 70%.

Sebelum era pandemi pun, IKE ketersediaan lapangan kerja memang telah berulangkali masuk zona pesimis. Sejak Januari 2015, hanya pernah 6 kali masuk zona optimis dan 69 kali masuk zona pesimis. Indeksnya di era pandemi sempat menyentuh tingkat yang amat rendah, yakni sebesar 24,5 pada Juni 2020.

Wajar hal itu diikuti oleh penilaian konsumen atas penghasilan saat ini yang masih cukup jauh dari zona optimis, yaitu sebesar 78,2 pada Maret 2021. Meski cenderung searah dalam fluktuasinya, indeks penghasilan saat ini berada di zona pesimis hanya pada era pandemi. Sebelumnya selalu berada di zona optimis.  pada era sebelum pandemi. Dapat dikatakan, kondisi saat ini dinilai sangat buruk oleh konsumen atau masyarakat.

Survei konsumen Bank Indonesia selama era pandemi sebenarnya dapat menjadi pertimbangan utama Pemerintah dalam mengambil kebijakan ekonomi. Salah satunya, pemulihan ekonomi tidak cukup diartikan sekadar peningkatan laju pertumbuhan ekonomi hingga kembali ke lintasannya. Aspek yang paling butuh perhatian adalah soalan ketersediaan lapangan kerja.

Berdasar uraian di atas, penulis menilai judul rilis Bank Indonesia kurang mencerminkan hasil survei keseluruhan. “Survei Konsumen Maret 2021: Perbaikan Keyakinan Konsumen Berlanjut”. Pada bulan sebelumnya pun, judul rilis terkesan berlebihan, “Survei Konsumen Februari 2021: Keyakinan Konsumen Membaik”. Dan sebelumnya lagi terkesan penghalusan. “Survei Konsumen Januari 2021: Perbaikan Keyakinan Konsumen Tertahan”.

Penulis akan memberi judul rilis survei konsumen Maret 2021 yang berbeda dari Bank Indonesia. “Konsumen masih belum optimis, tetapi membaik” atau “Keyakinan konsumen membaik, namun masih khawatir tentang ketersediaan lapangan kerja”.

Penulis berpandangan komunikasi publik dari otoritas ekonomi sebenarnya tidak perlu dipaksakan bersifat menyenangkan. Bisa saja menjelaskan kondisi yang masih sulit dan pemulihan belum terjadi secara persuasif, namun lebih berterus terang. Terlebih mengenai soalan lapangan pekerjaan yang memang masih mengkhawatirkan.

*Kepala Ekonom Institut Harkat Negeri

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

3  +  6  =