Channel9.id-Jakarta. Kritik terhadap rencana revisi Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang label pangan olahan itu salah kaprah. Hal ini disampakan oleh Yusra Abi, Pemerhati Ekonomi Sirkular Nusantara Circular Economy & Sustainability Initiatives (NCESI).
“Kritik terhadap rencana regulasi BPOM itu salah kaprah dan hanya membebek penolakan dari pihak industri,” ujar Yusra, Selasa (20/9).
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia (APSI) dan Anggota Dewan Pengarah dan Pertimbangan Persampahan Nasional Saut Marpaung menilai kritikan yang disampaikan pelaku industri merupakan penggalangan opini menyesatkan dan sarat akan konflik satu kepentingan.
Menurut Saut, penggalangan opini itu hanya menargetkan pesaing utama mereka yang mengenakan galon sekali pakai.
Dia pun menyoroti fakta bahwa market leader Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) pun penuh dengan masalah sampah dan lingkungan. Jadi, tak seharusnya mereka melakukan kampanye negatif terhadap galon sekali pakai.
Menurut Yusra, itu merupakan sebagai lobi industri yang sering digunakan untuk menghambat regulasi BPOM. Menurutnya, kritikan yang disampaikan itu terlalu berlebihan.
“Salah satunya adalah dengan menyebut aturan pelabelan resiko polikarbonat bakal menambah jumlah sampah plastik, karena publik bakal terdorong untuk meninggalkan galon isi ulang dan beralih ke galon sekali pakai yang bebas BPA. Itu lebay,” pungkasnya.
Pasalnya, lanjut Yusra, semua air mineral non-galon yang beredar di pasar menggunakan kemasan plastik sekali pakai dari jenis Polyethylene Terephthalate (PET), plastik lunak yang bebas BPA. Bahkan, semua produk kemasan botol plastik dari pemegang market share terbesar di Indonesia juga terbuat dari plastik PET. Itu berarti produk yang mereka buat juga menimbulkan masalah bagi lingkungan.
“Penjualan terbesar produsen air kemasan terbesar di Indonesia, salah satunya bersumber dari penjualan kemasan single pack size yang semuanya berbahan PET alias sekali pakai. Bila masalahnya memang plastik sekali pakai, mengapa asosiasi industri tidak pernah mempersoalkan potensi sampah dari penjualan produk sekali pakai mereka yang masif itu?” ujar dia.