Channel9.id-Jakarta. Muncul desakan agar presidential threshold dihapuskan. Kelompok intelektual menyebut Presidential Threshold sebagai “sekrup pemerasan”.
Guspardi Gaus, Anggota DPR RI Fraksi PAN mengusulkan agar presidential threshold dihapuskan. Tidak lagi 20 persen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Menurut Guspardi, penerapan sistem presidential threshold terkesan sebagai upaya membatasi pertarungan di Pilpres. Sebab peluang partai dalam mengusung calon semakin kecil, dan mengarah kepada terciptanya polarisasi yang hanya menghadirkan dua pasangan calon.
“Disamping itu juga dirasa tidak logis karena acuannya menggunakan patokan threshold hasil pemilu sebelumnya,” katanya kepada media, (10/6/2020).
Pasal 222 UU Pemilu berbunyi “Pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.”
“Jika aturan mengenai presidential threshold tidak berubah, maka pada Pilpres 2024 dimungkinkan jumlah pasangan calon yang akan diusung juga hanya dua pasang,” ujarnya.
Hal tersebut kata dia didasari oleh hasil rekapitulasi Pileg 2019. Dimana dari sembilan partai yang berhasil melampaui parliamentary threshold, tidak ada satu pun yang mencapai perolehan 20 persen, sehingga memaksa setiap partai politik untuk membentuk sebuah koalisi guna mencapai presidential threshold 20 persen. Koalisi tersebut pun hanya dimungkinkan melahirkan dua pasang calon.
“Penetapan Presidential threshold ini tidak sesuai dengan semangat reformasi dan mencerminkan kemunduran demokrasi di Indonesia, sebaiknya dihapuskan saja presidential threshold ini dan paling tidak partai yang lolos ke senayan seharusnya diberikan hak mengajukan calon presiden dan wakil presiden,” desaknya.
Ditekankan dia, rakyat punya hak untuk memilih mana calon terbaik, sehingga tidak perlu direkayasa melalui seleksi ambang batas. Semakin banyak calon di Pilpres, semakin banyak pula pilihan bagi rakyat untuk menentukan siapa sosok Kepala Negara ke depan.
“Kalau parpol yang baru pertama kali itu tidak punya hak (mengusung calon Presiden) saya kira itu cara pandang dalam demokrasi yang tidak pas,” terang Legislator asal Sumatera Barat tersebut.
Tidak hanya Guspardi, kalangan intelektual seperti Dr. Rizal Ramli dalam akun media sosialnya juga mendesak agar, batas syarat pencalonan Presiden di Pemilu 2024 ditiadakan. Rizal Ramli yang akrab disapa Bang RR lebih keras menyebut threshold sebagai “sekrup pemerasan”
“Alat untuk memaksa calon-calon Bupati Rp 10-50 miliar, Gubernur (Rp 50-200 miliar) dan presiden (Rp 1-5 triliun) membayar upeti kepada partai-partai. Inilah basis demokrasi kriminal,” cuit RR.
Mantan Menteri Keuangan di era Presiden Abdurrahman Wahid ini pun mengutip pandangan Ahli Hukum Tata Negara UGM Zainal Arifin Mochtar yang menyebut ambang batas tidak ada dalam Sistem Demokrasi Presidensial. “Lho kok MK mendukung basis sistem “Demokrasi Kriminal,” unggahnya.