Channel9.id – Jakarta. Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan dugaan aliran dana kampanye untuk Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, yang bersumber dari tindak pidana pertambangan ilegal di Sulawesi Tenggara ke Pengaduan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (Dumas KPK). MAKI menduga sekitar Rp400 miliar mengalir ke kampanye Pemilu 2024.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan aliran dana ilegal untuk kampanye pemilu itu dipercaya berkaitan dengan temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) belum lama ini.
“Saya hari ini melaporkan dugaan penambangan ilegal yang diduga untuk dana kampanye, sebagiannya. Karena pemilik utamanya itu berinisial AT menjadi salah satu tim kampanye. Saya mohon maaf tidak menyebut kampanye dari pasangan mana, nanti KPK yang menindaklanjuti,” kata Boyamin saat menghadiri acara ‘KPK Mendengar’ di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (21/12/2023).
Boyamin menjelaskan bahwa dugaan kegiatan pertambangan ilegal itu terkait dengan tambang nikel di Sulawesi Tenggara. Dia juga menduga adanya keterlibatan penyelenggara negara yang membantu memuluskan kegiatan ilegal itu, dengan menerima suap atau gratifikasi.
Berdasarkan perhitungan MAKI, terangnya, terdapat dugaan kerugian keuangan negara sekitar Rp3,7 triliun akibat aktivitas pertambangan ilegal itu. Kemudian, sebesar Rp400 miliar dari nilai tersebut diduga mengalir ke kampanye Pemilu 2024.
“Karena nikel harganya tinggi sekarang perhitungan saya dari kadarnya keseluruhan Rp3,7 triliun, tetapi yang diduga kira-kira untuk kampanye Rp400 miliar. Sekitar itu,” jelasnya.
Menurut Boyamin, terdapat tiga modus yang digunakan dalam laporan dugaan tindak pidana itu. Pertama, kegiatan pertambangan ilegal oleh suatu entitas perusahaan dengan mengambil izin dari perusahaan yang sudah pailit. Izin dari perusahaan itu bahkan dibuat backdate.
“Jadi, ini izin 2011, 2014 [perusahaan] pailit, tahun 2017 baru berdiri perusahaan. Masa kemudian seakan akan dapat izin tahun 2011. Itu yang modus pertama,” terang Boyamin.
Kedua, kegiatan pertambangan dilakukan di kawasan hutan tanpa mendapatkan izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan membayar iuran. Ketiga, mengggunakan dokumen izin usaha pertambangan atau IUP nikel yang sebenarnya tidak legal untuk memperdagangkan hasil pertambangan tersebut.
“Kalau istilah di Sulawesi dan Kalimantan itu, istilahnya dokter, dokumen terbang dipakai untuk melegalkan hasil mencuri,” ujar Boyamin.
Adapun entitas perusahaan dimaksud diduga dimiliki oleh sosok berinisial ATN, yang merupakan anggota tim kampanye salah satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres). Dia tidak mau memerinci lebih lanjut siapa pasangan calon (paslon) yang diduga berafiliasi dengan ATN. Namun, dia menyebut aliran dana tambang ilegal itu diduga tidak hanya dinikmati oleh kampanye salah satu paslon saja.
Menurutnya, ada pihak-pihak dari partai politik lain yang diduga berafiliasi dengan entitas perusahaan ATN melalui kepemilikan saham.
“Karena ada pemegang saham lain yang diduga juga dari tim [kampanye paslon] lain,” ujarnya.
Di samping itu, Boyamin berharap agar laporan yang dimasukkan oleh pihaknya ke KPK itu sesuai dengan temuan PPATK mengenai transaksi mencurigakan Pemilu 2024. Harapannya, laporan dari MAKI itu bisa membuat terang temuan PPATK.
Temuan PPATK mengenai transaksi janggal sekitar Rp1 triliun lebih di beberapa rekening parpol itu pun kini sudah diterima KPK. Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga ikut menerima laporan PPATK itu mengusut apabila adanya dugaan pelanggaran terhadap Undang-undang (UU) Pemilu.
“Coba KPK berprestasi membongkar dana-dana ilegal yang dipakai untuk kampanye untuk melindungi kepentingan bisnis tersebut, karena pemilu-pemilu sebelumnya kan ada isu ini, bahwa ada penggunaan dana kampanye dari kegiatan ilegal tetapi itu selalu lagu yg diputar ulang dan tidak ada tindak lanjutnya,” tandas Boyamin.
Baca juga: KPU Rilis Laporan Dana Kampanye Capres-Cawapres, Berikut Rinciannya
IG