Ekbis

Masker Batik, Cara Pembatik Lamongan Bertahan di Tengah Pandemi Covid-19

Channel9.id-Lamongan. Wabah virus corona yang melanda dunia sangat berdampak kepada semua sektor perekonomian. salah satunya sektor UMKM batik Lamongan yang juga mengalami kelesuan. Beruntung, masker-masker batik kreasi pembatik mampu membuat pembatik tetap bisa bertahan di tengah pandemi.

Di tengah lesunya produksi batik saat pandemi, memaksa pembatik untuk lebih inovatif dan jeli dalam memanfaatkan peluang termasuk salah satunya adalah dengan membuat masker batik. Produksi masker batik cukup membuat pembatik bisa bernafas di tengah anjloknya penjualan kain batik.

“Ya lumayan. Bahkan bisa dibilang kami hidup dari masker batik karena kain batik turun drastis,” kata Nurhayati Assa’adah, pemilik Pawestri, Sabtu (3/10/).

Baca juga : Untuk Gaet Investor, Ahok Buat Tim Khusus di Pertamina

Menurut Nurhayati, produksi masker batik tersebut dimulai sejak harga masker medis mengalami lonjakan. Dalam sebulan, Nurhayati mengaku bisa menjual kurang lebih 200 masker batik. Unit usaha kecil menengah (UKM) batik yang sempat terhenti, aku Nurhayati, diajak bersama untuk produksi masker dengan menggunakan standar masker yang sama.

“Sekarang gimana kreatifnya kita aja, kalau sekarang yang sedang dibutuhkan masker ya kita bikin masker dan untuk produksi masker ini kita kerja sama dengan UKM juga, tapi standarnya dari kita,” ujarnya.

Nurhayati mengungkapkan konsumen masker batik produksinya tersebut tidak hanya dari Lamongan, tapi juga banyak yang dari luar kota. Masker-masker batik tersebut dipasarkan secara online dengan harga yang cukup beragam, mulai dari Rp 20 ribu hingga Rp 200 ribu, tergantung kualitas bahan dan motif batik.

“Banyak yang dari Bandung, Jakarta, Malang. Karena kita mainnya online,” tuturnya.

Produksi masker batik tersebut dimulai sejak harga masker medis mengalami lonjakan. Dalam sebulan, Nurhayati mengaku bisa menjual kurang lebih 200 masker batik. “Harga tergantung motifnya, Seperti batik tulis kalau motifnya bagus dan pengerjaannya rumit semisal motif wayang atau motif lainnya harganya bisa Rp 150 ribu hingga Rp 200 ribu,” terangnya.

Pengusaha batik lainnya, Sifwatir Rif’ah juga mengakui jika produksi masker batik mampu membuat mereka bertahan di tengah badai pandemi global ini. Sifa mengaku, pandemi COVID-19 membuat pemasaran batik produksinya merosot hingga 70 persen jika dibandingkan dengan kondisi normal.

“Alhamdulillah, kita masih bisa bertahan dengan memproduksi masker batik meskipun belum bisa meng-cover penjualan seperti biasa,” kata Sifwatir Rif’ah, pengusaha batik Cahaya Utama, Desa Sendangagung, Kecamatan Paciran ini.

Nasib seperti ini, menurut Sifa, juga dialami oleh teman-teman mereka sesama pengusaha batik. Mereka, imbuh Sifa, penjualan batik mereka berkurang rata-rata 40 sampai 70 persen bahkan ada yang hampir 90 persen terutama penjualan offline. Kini, Ia dan pengusaha batik di Lamongan lainnya mengandalkan penjualan masker batik serta pesanan seragam batik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  35  =  39