Channel9.id-Jakarta. Kalangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) tengah dilanda kekhawatiran menyusul rencana Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang tengah menyusun Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk masker kain.
Salah satunya Rahmat, pelaku usaha konveksi dan sablon yang menilai rencana Kemenperin tersebut akan mempersulit gerak langkah konveksi kecil dan menengah di tengah menurunnya permintaan jasa pembuatan kaos dan seragam sekolah.
“Persoalan berikutnya setelah masker berlabel SNI maka mau tidak mau ketersediaan bahan baku juga mesti sesuai standar juga. Jelas, regulasi ini justru mempersempit langkah usaha konveksi kecil dan menengah untuk bertahan ditengah pandemi,” kata pemilik Alatas Indoprint di Jatikramat Bekasi Selatan itu, Rabu (30/09).
Baca juga: Masker Kain Ber-SNI Disebut Kurangi Risiko Penularan Covid-19
Rahmat menyebut, dalam SNI terdapat klausul-klausul yang mesti dilakukan oleh pelaku usaha kecil untuk mendapatkan label SNI.
“Untuk mendapatkan label SNI cukup rumit bagi pelaku usaha konveksi kecil dan menengah. Mengisi formulir permohonan SPPT SNI juga mesti mengumpulkan dokumen-dokumen seperti fotokopi setifikat manajemen mutu ISO 9001 : 2000 yang dilegalisasi oleh Lembaga Sertifikasi Sistem Mutu (LSSM) dan Komite Akreditasi Nasional (KAN),” tutur Rahmat.
Hal senada juga dikhawatirkan oleh Ivan selaku pemilik usaha konveksi dan sablon di Mustikajaya Bekasi. Menurut dia, regulasi ini rentan dalam mengerdilkan keberadaan usaha konveksi kecil dan menengah yang tengah berjuang melewati penurunan permintaan ditengah pandemi.
Tak hanya itu, owner Dealer Badjoe ini juga mempertanyakan ambiguitas pemerintah dalam mendorong masker berlabel SNI. Pasalnya, produk-produk kesehatan lainnya seperti Hand Sanitizer (HS), pakaian Hazmat tidak dilabelkan SNI.
“Rencana Kemenperin terlihat ambigu. karena yang dilabelkan hanya produk masker. Bukankah ini hanya akan memunculkan monopoli produk masker di pasaran yang hanya bisa di produksi oleh pemodal-pemodal besar,” tukas Ivan.
Dia juga heran dengan kebijakan ini lantaran jika melihat dari bulan maret justru sebagian besar usaha konveksi kecil dan menengah yang telah memberikan dampak besar bagi pencegahan penyebaran covid 19. Ditambah, usaha konveksi kecil dan menengah juga telah berhasil menjadi benteng ekonomi dalam mencegah lonjakan PHK ditengah pandemi.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Konveksi dan Sablon Independent (AKSI) Bekasi Raya, Hendro Rahmandhani menilai seharusnya Kemenperin melakukan komunikasi terlebih dahulu dengan Kemenkop UMKM terkait rencana melabelkan masker berstandar SNI.
Menurut Hendro, Kemenkop UMKM juga wajib memberikan akses informasi dan kemudahan untuk usaha konveksi kecil dan menengah dalam mengurus pendaftaran SNI. Seperti mendorong usaha konveksi kecil yang belum berkoperasi harus segera koperasi. Sehingga pendaftaran produk masker bisa diwakili oleh koperasi-koperasi yang riil yang bergerak pada jasa produksi.
“Sejatinya, pelaku usaha konveksi kecil dan menengah pasti keberatan dengan regulasi masker berlabel SNI. Ya, karena recoverynya kedepan akan semakin berat dengan keterbatasan modal yang dimiliki. Terlebih ditengah pandemi,” tandasnya.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan bahwa pihaknya melalui Komite Teknis SNI 59-01, Tekstil, dan Produk Tekstil mengalokasikan anggaran untuk menetapkan RSNI masker dari kain dengan melibatkan seluruh pihak-pihak yang berkepentingan, seperti akademisi, peneliti, laboratorium uji, Satgas Covid-19 industri produsen masker kain dalam negeri.
Pada 16 September 2020, SNI yang disusun Kemenperin tersebut telah mendapatkan penetapan Badan Standardisasi Nasional (BSN) sebagai Standar Nasional Indonesia (SNI) 8914:2020 Tekstil – Masker dari kain melalui Keputusan Kepala BSN Nomor No.408/KEP/BSN/9/2020.
“Penetapan SNI ini sejak diusulkan dalam Program Nasional Perumusan Standar (PNPS) sampai ditetapkan memakan waktu tidak sampai 5 Bulan, mengingat SNI ini merupakan kepentingan nasional dan kebutuhan yang mendesak,” ujar Agus.
Dijelaskan bahwa dalam SNI 8914:2020, masker dari kain diklasifikasikan dalam tiga tipe, yaitu Tipe A untuk penggunaan umum, Tipe B untuk penggunaan filtrasi bakteri, dan Tipe C untuk penggunaan filtrasi partikel.
SNI tersebut mengatur beberapa parameter krusial sebagai proteksi, antara lain daya tembus udara bagi Tipe A di ambang 15-65 cm3/cm2/detik, daya serap sebesar kecil atau sama dengan 60 detik untuk semua tipe, dan kadar formaldehida bebas hingga 75 mg/kg untuk semua tipe.
Selanjutnya, ketahanan luntur warna terhadap pencucian, keringat asam dan basa, serta saliva. SNI 8914:2020 juga menetapkan kadar logam terekstraksi maksimum, ketahanan terhadap pembahasan permukaan minimum melalui uji siram, kadar PFOS dan PFOA pada masker kain yang menggunakan anti air, serta nilai aktivitas antibakteri minimum pada masker kain yang menggunakan antibakteri.
SNI ini menjadi pedoman bagi industri dalam negeri yang menentukan capaian minimum kualitas hasil produksinya sekaligus menjadi standar minimum bagi produk impor.
“Dengan standar mutu dan pengujian yang jelas serta prosedur pemakaian, perawatan dan pencucian yang termuat dalam SNI masker dari kain ini, masyarakat dapat lebih terlindungi sekaligus membantu memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19,” jelas Menperin.
IG