Channel9.id-Jakarta. Khawatir dengan pergerakan militer di Sudan yang kian agresif, sebuah kelompok mediator berusaha mati-matian untuk mencari solusi damai dengan mengadakan pembicaraan antara Laksamana Militer Sudan Abdel Fattah al-Burhan dan Komandan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo dua minggu lalu, namun berhasil nihil karena keduanya yang menolak hadir, Jumat (28/4).
Alih-alih, pertempuran semakin sengit di seluruh penjuru negeri.
Sekitar pukul 8:30 Jumat pagi, terjadi pertempuran di kamp militer Soba di Selatan Khartoum menurut tiga orang saksi mata dan penasihat paramiliter RSF.
Masih belum diketahui siapa yang lebih dahulu melakukan agresi dalam konflik tersebut, namun konflik membara dengan cepat di penjuru negeri, mengilustrasikan seberapa seriusnya kedua kubu dalam menjatuhkan satu sama lain.
Mengutip dari Reuters, perang saudara ini telah menyebabkan setidaknya 512 orang meninggal dunia dan memicu puluhan ribu lainnya untuk meninggalkan tempat tinggal mereka. Konflik telah membuat Sudan semakin jatuh ke dalam jurang keterpurukan yang lebih dalam lagi.
Seminggu sebelum perang pecah, pada tanggal 8 April, Burhan dan Hemedti bertemu untuk terakhir kalinya di sebuah peternakan di pinggir kota Khartoum.
Dalam pertemuan tersebut, Burhan meminta ditariknya pasukan RSF dari al-Fasher, sebuah kota yang berada di dalam benteng Hemedti di Darfur di Sudan Barat, dan dihentikannya pengiriman pasukan RSF ke Khartoum, yang telah berlangsung selama berminggu-minggu.
Sebaliknya, Hemedti meminta bahwa pasukan dari sekutu dekat Burhan, Mesir, untuk ditarik dari pangkalan udara Merowe karena takut mereka akan berbalik dan menyerang Hemedti.
Kedua orang paling berpengaruh di Sudan itu secara tertutup juga sudah sempat sepakat untuk menurunkan tensi konflik, namun nyatanya sampai saat ini mereka masih bertemu kembali.
Setelah pertemuan mereka pada 8 April itu, mereka sampai saat ini terus merencanakan skenario-skenario terburuk yang mungkin akan menimpa mereka.
(RAG)