Opini

Merek kolektif : Jawaban Di Masa Disrupsi

Oleh :

Dr. Dewi Tenty Septi Artiany SH, MH, MKn

Notaris, Pemerhati Koperasi dan UMKM

 

Era disrupsi adalah era terjadinya perubahan besar-besaran yang disebabkan oleh adanya inovasi yang mengubah sistem dan tatanan bisnis ke taraf yang lebih baru.

Salah satu inovasi yang paling cepat terjadi di masa pandemi ini adalah digitalisasi.  Percepatan digitalisasi di saat pandemi ini berupa pemanfaatan teknologi digital yang diciptakan karena dirasa memberikan banyak manfaat bagi banyak orang, khususnya pada pelaku usaha.

Menurut pendapat ahli, Indonesia pada dasarnya membutuhkan waktu sekitar 10 tahun lagi untuk bertransformasi ke digital. Namun, pandemi COVID-19 justru memaksa transformasi itu menjadi lebih cepat dan di satu sisi adanya perubahan ini menciptakan suatu iklim yang positif, khususnya untuk perdagangan secara online.

Mengingat pentingnya peran digitalisasi, Karena itu pemerintah terus mengembangkan wilayah melalui dukungan infrastruktur untuk mengurangi kesenjangan dan menjamin pemerataan. Selain itu, digitalisasi dibutuhkan untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM) sehingga berkualitas dan berdaya saing,

Berdasarkan data BPS, jumlah pelaku UMKM di Indonesia sebanyak 64,2  dan menurut Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop dan UKM), daya serap tenaga kerja UMKM dapat menyerap hingga 119 juta pekerja atau 97% dari daya serap tenaga kerja dunia usaha.

Dari data di atas, Indonesia memiliki potensi basis ekonomi nasional yang kuat karena jumlah UMKM, terutama usaha mikro yang sangat banyak dan daya serap tenaga kerja sangat besar.

Dan di era digitalisasi ini per Maret 2021, jumlah UMKM yang memasuki ekosistem digital melonjak menjadi 4,8 juta. Atau bertambah 1 juta UMKM (dalam waktu empat bulan) hal ini tentunya di picu dari kebijakan yang melarang masyarakat untuk berkumpul dan adanya pembatasan kegiatan baik di bidang sosial, pendidikan, dan usaha akibat diterapkannya PPKM.

Indonesia sendiri sebetulnya merupakan pasar yang besar bagi produk UMKM data Administrasi Kependudukan (Adminduk) per Juni 2021, menyebutkan jumlah penduduk Indonesia sebanyak 272.229.372 jiwa, dengan menempati urutan ke 4 terbanyak di dunia, seharusnya dapat menyerap sebagian besar produk UMKM dalam negeri, akan tetapi di era pandemi dengan pembatasan kegiatan tadi dimana UMKM yang berdigitalisasi masih 4 juta lantas bagaimana nasib 60 juta unit UMKM lainnya? Haruskan pasrah menunggu pandemi yang entah sampai kapan akan berakhir?

Pada masa ini manusia mulai tersadarkan bahwa walaupun dilarang ber sosialisasi tetapi sebagai mahluk sosial selalu ada dorongan untuk berinteraksi dengan sesama, berkumpul dengan sesama pelaku UMKM dalam suatu komunitas menjadi suatu oase bagi para pelaku UMKM  karena selain dapat saling memberi informasi, pelatihan, juga dapat saling membuka jejaring pasar dan membantu bagaimana bisa bersama sama membuka pasar digital.

Fungsi perkumpulan disini akan lebih terasa apabila perkumpulan tersebut (baik asosiasi/ koperasi/kelompok usaha bersama) memiliki satu produk bersama dalam suatu merek kolektif atau one brand.

Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama mengenai sifat, ciri umum, dan mutu barang atau jasa serta pengawasannya yang akan diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.

Merek kolektif dapat menampung semua jenis barang dan jasa dari para anggotanya yang terdaftar pada perkumpulan yang kemudian dapat di pasarkan secara bersama sama. Hal ini tentunya akan menjawab tantangan tentang kesulitan yang biasa di rasakan oleh pelaku umkm yaitu permodalan, ketersediaan bahan baku, perijinan, promosi, dan yang terakhir adalah pasar itu sendiri.

Gerakan merek kolektif atau one brand ini apabila diterapkan secara benar maka dapat pula menjawab tantangan penjualan di era digitalisasi ini, karena dengan bersama-sama tentunya yang melek digital akan membawa anggota yang masih konvensional karena alasan usia, pengetahuan atau keterbatasan perangkatnya.

Menjadikan tantangan sebagai peluang adalah suatu keniscayaan untuk pelaku UMKM agar dapat survive di masa pandemi ini, dan merek kolektif dapat menjadi solusi yang cukup efektif untuk menjawab tantangan dan mengisi peluang pasar digital di era disrupsi ini.

(Disampaikan pada acara international chamber of commerce (icc Indonesia) first community workshop di jakarta : September 2021)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

22  +    =  27