Hot Topic Nasional

P2G Evaluasi PTM 100%: Pelanggaran Meningkat Hingga Pengawasan Lemah

Channel9.id – Jakarta. Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) memberikan evaluasi dan beberapa temuan terkait penerapan PTM 100 % selama seminggu ini. P2G menemukan beberapa hal diantaranya adalah kebijakan yang tergesa-gesa, pelanggaran prokes, kurangnya pengawasan.

Berdasarkan laporan P2G Daerah, pelanggaran protokol kesehatan masih kerap terjadi. P2G masih menemukan banyak siswa berkerumun saat pengecekan suhu setiba di sekolah. Ini terjadi karena sekolah tidak memiliki thermogun memadai, P2G berharap agar sekolah memperbanyak thermogun yang dipasang secara terpisah satu sama lain.

“Kami dapat laporan, dari Jakarta maupun luar daerah, ada sekolah diam-diam kantinnya buka, padahal dilarang, jarak siswa tak 1 meter, dan ventilasi udara di kelas tidak ada,” tutur Iman Zanatul Haeri, Kepala Bidang Advokasi P2G.

Baca juga: Survei P2G: 60,6 Persen Guru Setuju Sekolah Dibuka Januari 2021

“Salah satu SMP di Kepulauan Riau mengalami kesulitan dalam melakukan scan barcode Peduli Lindungi saat masuk sekolah. Akhirnya, karena menghindari kerumunan, beberapa anak masuk sekolah tanpa melakukan scan. Selain itu, untuk kebutuhan scan barcode anak-anak membawa HP. Ternyata mereka main tiktok di dalam kelas tanpa menggunakan masker. Nah, hal-hal semacam ini perlu dievaluasi. Itulah diantara alasan P2G meminta PTM 100% dilakukan secara bertahap,” cetus Iman.

Temuan beberapa sekolah yang melakukan pelanggaran prokes seperti di Jakarta, Pandeglang, Cilegon, Kabupaten Bogor, Bengkulu, Kabupaten Agam, Solok Selatan, Situbondo, Bima, intinya terjadi di semua daerah yang sudah PTM 100%.

Salah satu alasan kenapa diam-diam kantin tetap buka adalah: tidak semua siswa membawa bekal makan dari rumah, sebab orang tua mereka bekerja dan tidak memiliki asisten rumah tangga. Sehingga sekolah berinisiatif membuka kantin.

“Ada SD di Banyuwangi mengadakan upacara bendera, dan beberapa anak pingsan. Kebanyakan karena sudah lama tidak upacara dan tidak sempat sarapan. Upacara Bendera memang tidak dilarang, tapi potensi kerumunannya tinggi,” tambah Iman.

Selain itu, sebetulnya siswa SD masih belum bisa melaksanakan PTM terbatas 100 persen. P2G mengharapkan skema PTM 100% dilakukan secara bertahap. Dimulai 50%, lalu dievaluasi, jika hasilnya bagus, maka lanjut 75%, dan seterusnya sampai 100%. Intinya evaluasi komprehensif secara berkala.

“Misal, lima puluh persen dulu, dua minggu berikutnya naik 75 persen, dua minggu berikutnya kalau evaluasinya aman, tidak ada klaster, warga sekolah taat dengan prokes, baru bisa 100 persen,” tambah Iman. Menurutnya, PTM 100 persen ini terlalu terburu-buru.

P2G pun mendesak pemerintah meningkatkan vaksinasi anak 6-11 tahun termasuk melakukan vaksinasi booster untuk guru. P2G meminta vaksinasi guru dan peserta didik menjadi acuan, khususnya untuk siswa sekolah dasar (SD). Sebagai informasi, target sasaran vaksinasi 6-11 tahun adalah 26,5 juta anak. Namun capaiannya masih di bawah vaksinasi anak 12-17 tahun yang capaiannya sudah di atas 80%.

Guru sebagaimana tenaga kesehatan (nakes) berada di garda depan menghadapi risiko terpapar covid-19, karena berinteraksi dengan banyak anak setiap hari.

“Jadi sudah selayaknya guru mendapatkan booster vaksinasi untuk melindungi diri, keluarga, dan peserta didik,” tegas Iman.

HY

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

47  +    =  48