Channel9.id – Jakarta. Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) melakuan evaluasi terhadap pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas serentak. Usai diberlakukan serentak per 30 Agustus 2021, banyak sekolah yang kembali menghentikan PTM Terbatas karena sekolah menjadi klaster. Banyak siswa dan guru positif covid-19 setelah dilakukan tes swab secara acak.
Dalam catatan P2G, sejak awal September sampai awal November 2021, terdapat 20 daerah yang sekolahnya terpaksa menghentikan PTM karena ada siswa/guru positif covid-19 yaitu: Purbalingga, Jepara, Padang Panjang, Kab Mamasa, Kota Bekasi, Tabanan, Depok, Kota Tangerang, Tangerang Selatan, Jakarta, Grobogan, Pati, Salatiga, Gunung Kidul, Majalengka, Solo, Kota Bandung, Semarang, Tasikmalaya, dan Indramayu
Ada 5 catatan evaluasi sekaligus rekomendasi P2G terkait pelaksanaan PTM Terbatas secara nasional.
Pertama, fakta menunjukkan masih terjadi pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan oleh guru dan lebih banyak lagi oleh siswa khususnya sepulang sekolah.
Baca juga: Klaster Sekolah Bermunculan Usai Penerapan PTM, Jatim Terbanyak
“P2G menilai pelanggaran prokes disebabkan lemahnya pengawasan dari aparat Pemda atau Satgas ketika siswa pulang sekolah. Begitu pula minimnya teladan dari orang dewasa (masyarakat) akan kepatuhan prokes. Siswa pakai seragam sekolah tapi tak bermasker lantas dibiarkan saja oleh masyarakat, tidak ditegur,” ungkap Satriwan Salim, Koordinator Nasional P2G, Selasa 9 November 2021.
Laporan pelanggaran prokes siswa termasuk guru, rata-rata terjadi di semua daerah, seperti: Aceh Utara, Aceh Timur, Batam, Tebing Tinggi, Medan, Padang, Padang Panjang, Bukittingi, Bengkulu, Pandeglang, Jakarta, Bogor, Bekasi, Garut, Klaten, Blitar, Situbondo, Ende, Bima, Berau, Enrekang, Penajam Passer Utara, Kepulauan Sangihe, Sorong, Tual, dan lainnya.
P2G meminta Pemda harus memberikan sanksi tegas bagi sekolah yang melanggar prokes, demi meminimalisir sebaran Covid-19 dan risiko klaster sekolah. Bagi siswa atau guru kedapatan melanggar 3M, maka sanksi bagi mereka dapat berupa pembelajaran dikembalikan PJJ.
P2G meminta Satgas dan aparat Pemda meningkatkan pengawasan prokes kepada siswa sepulang sekolah, khususnya di jam-jam pulang sekolah dan hari-hari jadwal PTM T. Termasuk razia di titik tertentu tempat para siswa biasa nongkrong.
Satriwan menekankan, terpenting juga adalah evaluasi PTM T secara komprehensif, detil, dan berkala dari Pemda dan Kemdikbudristek, Kemenag, dan Kemdagri.
Kedua, pelaksanaan durasi pembelajaran PTM Terbatas di tiap sekolah dan daerah juga bervariasi. Ada yang seminggu masuk hanya sehari untuk satu angkatan, seperti di Jakarta, sehari pun maksimal 4 jam. Namun banyak juga daerah seperti Kota Cilegon, Kab. Tanah Datar, Bukittingi, Ende, dan Bima yang siswanya masuk normal 5-6 hari seminggu, dengan durasi tatap muka lebih dari 4 jam sehari.
Skema tersebut harusnya dievaluasi oleh Pemda dan Kemdikbudristek. Sebab sekolah tidak bisa menentukan masing-masing seperti ini, karena makin lama durasi waktu tatap muka, tentu risiko covid-19 juga akan makin besar.
Ketiga, P2G memantau perkembangan vaksinasi anak usia 12-17 tahun belum merata. Secara nasional progres-nya masih lambat, 49,15% dosis 1 dan 30,14% dosis 2 (data 7 November 2021, Kemenkes). Oleh karena itu, P2G mendesak pemerintah pusat dan Pemda mempercepat vaksinasi pelajar usia 12-17 tahun, demi tuntasnya target vaksinasi 26 juta anak Indonesia usia 12-17.
“Kami menyayangkan beberapa daerah masih lambat melakukan vaksinasi anak 12-17 tahun. Seperti provinsi Sulawesi Tenggara, Maluku, Aceh dan Papua yang dosis pertama masih di bawah 35% dan dosis kedua baru 21%,” kata Iman Zanatul Haeri, Kepala Bidang Advokasi Guru P2G.
Iman melanjutkan bahwa P2G menyambut baik rencana vaksinasi anak 6-11 tahun oleh pemerintah. Tetapi vaksinasi hendaknya dilakukan setelah memenuhi serangkaian uji coba, dievaluasi, mendapatkan izin BPOM, sertifikasi halal MUI, dan prasyarat medis lainnya. P2G menghimbau orang tua siswa usia 6-11 tahun (SD/MI) mengizinkan anaknya divaksinasi. Orang tua jangan khawatir, vaksinasi dilakukan demi kesehatan anak usia SD dan demi mencapai minimal 70 persen _herd immunity_ di sekolah.
Keempat, P2G memantau setelah PTM T nasional diterapkan per 30 Agustus, masih banyak Pemda yang kurang inisiatif melakukan tes swab rutin secara acak kepada guru dan siswa. Swab rutin sangat penting dilakukan, sebagai langkah pemetaan sekaligus pencegahan klaster covid-19 di sekolah.
Kelima, membaca analisis dari para pakar epidemiologi akan adanya gelombang ke-3 Covid-19 di Indonesia, P2G meminta para guru dan orang tua siswa menunda liburan semester ganjil setelah terima Rapor siswa pada Desember nanti, termasuk libur Natal dan Tahun Baru. Untuk mencegah dan menekan terjadinya potensi gelombang covid-19. Sebab ada potensi besar mobilisasi masyarakat di waktu tersebut yang akan berdampak juga kepada sebaran covid-19.
“Siswa dan guru dipastikan akan PJJ kembali jika sekolahnya menjadi klaster covid-19, tentu yang demikian tak diharapkan para siswa dan guru,” pungkas Iman.
HY