Channel9.id – Jakarta. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendukung judicial review UU Ciptaker ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Nahdlatul Ulama membersamai pihak-pihak yang berupaya mencari keadilan dengan menempuh jalur konstitusional dengan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi,” kata Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj dalam keterangan tertulis, Jumat (9/10).
Said Aqil mengimbau masyarakat menahan hasrat turun ke jalan mengingat pandemi Covid-19 belum selesai. Menurutnya, upaya hukum adalah jalur terbaik dan terhormat dalam mencari keadilan.
“Upaya hukum adalah jalur terbaik dan terhormat dalam mencari keadilan dibanding mobilisasi massa,” ujarnya.
Dia juga menegaskan NU menolak UU Cipta Kerja yang baru disahkan Senin (5/10) lalu. Menurutnya, UU tersebut jelas merugikan rakyat kecil dan menguntungkan kapitalis.
Dalam hal ini, Said Aqil menyoroti keberadaan pasal pendidikan yang termaktub dalam UU Ciptaker. Ketentuan tersebut terdapat dalam pasal 26 poin K yang memasukkan entitas pendidikan sebagai sebuah kegiatan usaha.
Kemudian Pasal 65 yang menjelaskan pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam UU Ciptaker itu.
Dia menegaskan, lembaga pendidikan bukanlah sebuah perusahaan. Menurutnya, pasal tersebut dapat melahirkan potensi pendidikan yang disulap sebagai sebuah entitas untuk mencari untung atau komersil.
“Sektor pendidikan termasuk bidang yang semestinya tidak boleh dikelola dengan motif komersial murni,” ujarnya.
Selain itu, dia juga menyoroti sistem kontrak kerja yang selama ini menjadi momok menakutkan bagi para buruh atau pekerja. Dia mengaku cukup memahami aspirasi dan penolakan dari buruh terkait hal itu.
Said memahami pengurangan komponen hak-hak pekerja seperti uang pesangon, uang penghargaan, dan uang penggantian mungkin menyenangkan investor. Namun, di sisi lain merugikan jaminan hidup laik bagi kaum buruh dan pekerja.
Lebih lanjut, Said juga menyinggung soal sertifikasi halal. Menurutnya, dalam Pasal 48 UU Cipta Kerja telah mengubah beberapa ketentuan dalam UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Hal tersebut dinilai mengokohkan pemusatan dan monopoli fakta kepada satu lembaga saja.
“Semangat UU Ciptaker adalah sentralisasi, termasuk dalam sertifikat halal,” kata dia.
Menurut Said, sentralisasi dan monopoli fatwa di tengah antusiasme syariah yang tumbuh dapat menimbulkan kelebihan beban yang mengganggu keberhasilan program sertifikasi.
Selain itu, UU Ciptaker juga akan mengokohkan paradigma bias industri dalam proses sertifikasi halal, karena kualifikasi auditor sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 14 adalah sarjana bidang pangan kimia, biokimia, teknik industri, biologi, farmasi, kedokteran, tata boga atau pertanian,
“Pengabaian sarjana syariah sebagai auditor halal menunjukkan sertifikasi halal bias industri,” ujarnya.
Oleh sebab itu, Said meminta warga NU harus memiliki sikap yang tegas dalam menilai UU Ciptaker. Dia menegaskan kepentingan rakyat kecil tetap harus diperjuangkan.
(HY)