Konflik Organ UI Gara-Gara Statuta Ibarat "Perang Saudara"
Opini

Pemecatan Dr. Terawan dan Ego Sektoral

Oleh: Dr. Azmi Syahputra, SH., MH.*

Channel9.id-Jakarta. Pemecatan Dr Terawan menunjukkan ada yang hilang dari tujuan organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan fungsi profesi seorang dokter, keduanya kini terlihat masih didominasi ego sektoral.

Perbedaan terkait Metode Terapi DSA Dokter Terawan Agus Putranto yang merasa telah teruji secara faktual pada pasiennya dan memang beliau memiliki kompetensi keilmuan. Di lain sisi, IDI sebagai lembaga organisasi menggunakan pendekatan kewenangan yuridis dan sanksi organisasi pada anggotanya.

Maka disinilah keduanya tidak bertemu, padahal metode yang ditemukan Dr Terawan semestinya bisa menjadi aset intelektual bangsa karenanya hal ini perlu ditangani. Tak hanya itu, diperlukan pula peran pemerintah dengan langkah cepat dan bijak.

Bahwa IDI sebagai “rumah” bagi ilmuwan dan profesional, rasanya tidak bijaksana melakukan pemberhentian. Secara tugas IDI semestinya dapat menghimpun segenap potensi dokter dari seluruh Indonesia, menjaga dan, meningkatkan harkat martabat serta kehormatan profesi kedokteran, mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, termasuk meningkatkan kesehatan rakyat Indonesia untuk menuju masyarakat sehat dan sejahtera.

Ini fungsi IDI jangan lari dari tujuan organisasi. Karena yang namanya ilmu pasti berkembang  perlu kekuatan bersama dan kajian yang komprehensif guna menemukan formulasi yang baik bagi keberlangsungan kehidupan manusia.  Sehingga, ilmuwan termasuk organisasi profesi sifatnya terbuka, objektif tidak boleh kaku dan berpihak.

Masalah ini justru tampak ada perbedaaan pandangan personal komunikasi dengan organisasi atau ada dugaan “rebutan lahan”. Karena Dokter Terawan yang dianggap sebagai dokter radiologi justru masuk ke bidang dokter spesialis lainnya.

Ini kemungkinan pertama atau bisa jadi ada irisan faktor lain, namun meskipun demikian jika dianggap Dokter Terawan memang dokter yang memiliki multi kemampuan di bidangnya seharusnya didorong untuk studi lanjut. Selanjutnya difasilitasi labotoriumnya atau  dibuat tim terpadu untuk melakukan penelitian di bidang yang ia temukan. Tentunya diberikan jaminan berupa royalti atas hak kekayaan intelektual temuannya tersebut. Ini adalah solusi terbaik yang adil dan bijak untuk ditempuh, bukan langsung dilakukan pemecatan.

Apalagi faktanya diketahui pada umumnya banyak pasien-pasiennya telah mengakui dan merasakan manfaat atas temuan dan metode Dokter Terawan.

Kondisi ini adalah sinyal positif, dan peluang bagi IDI maupun persatuan dokter guna berperan nyata dalam dunia kesehatan. Sehingga kedepan, tidak hanya warga Indonesia yang merasakan namun pasien dari luar negeri juga akan lebih banyak berobat ke Indonesia.

Karenanya jangan sampai pemberhentian ini jadi preseden yang tidak baik bagi kalangan dokter dan dirasakan tidak adil bagi pasien yang telah merasakan kesembuhan atas terapi Dr Terawan. Atau bahkan mungkin generasi di masa depan mengangqap pemberhentian dr Terawab sebagai dokter adalah kemunduran buat dunia keilmuwan, termasuk hal ini dapat berpotensi terjadinya perpecahan di orgqnisasi IDI.

*Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia(Alpha)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  18  =  27