Oleh: Rahmat Edi Irawan*
Channel9.id – Jakarta. Pemerintah melakukan langkah strategis dalam penanganan aksi premanisme dan ormas yang meresahkan masyarakat. Melalui Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan (Kemenko Polkam), pemerintah membentuk Satuan Tugas (Satgas) khusus untuk menangani persoalan tersebut. Langkah ini dipandang sebagai solusi konkret atas keresahan publik terhadap meningkatnya tindak kekerasan, intimidasi, dan pemerasan yang dilakukan oleh kelompok preman maupun ormas yang bertindak di luar hukum. Pembentukan Satgas ini bertujuan untuk memudahkan koordinasi antar lembaga dan memastikan eksekusi lapangan berjalan tanpa hambatan.
Salah satu masalah utama dalam penanganan premanisme selama ini adalah terjadinya ego sektoral antarinstansi, yang membuat penindakan menjadi tidak efektif. Satgas ini diharapkan menjadi wadah bersama agar tidak ada lagi sikap saling melempar tanggung jawab atau bersikap pasif terhadap masalah yang nyata di hadapan masyarakat.
Melihat peran vital yang dimiliki Polri, komitmen kuat dari institusi ini sangat diperlukan untuk mencapai tujuan dari pembentukan Satgas Terpadu Operasi Penanganan Premanisme dan Ormas Meresahkan. Polri memegang peranan penting, bukan hanya karena kekuatan dan kewenangan yang dimilikinya, tetapi juga karena Polri merupakan institusi terdepan dalam penegakan hukum di masyarakat. Dalam Satgas ini, Polri bekerja berdampingan dengan TNI dalam melakukan tindakan di lapangan, serta bersama Kejaksaan dalam penanganan hukum lebih lanjut terhadap para pelaku. Tanpa dukungan maksimal dari Polri, keberadaan Satgas bisa menjadi simbolis semata.
Oleh karena itu, Polri harus menyatakan secara terbuka dukungan dan komitmennya terhadap pembentukan dan pelaksanaan tugas Satgas Terpadu Operasi Penanganan Premanisme dan Ormas Meresahkan. Pernyataan resmi dari pimpinan Polri tidak hanya akan memperkuat kepercayaan publik, tetapi juga akan menjadi penegasan bahwa pemberantasan premanisme merupakan agenda bersama, bukan hanya tanggung jawab satu kementerian.
Komitmen tersebut juga harus dibuktikan melalui langkah konkret di lapangan. Misalnya dengan melakukan operasi gabungan secara berkala, menangkap pelaku pemerasan di tempat-tempat umum seperti pasar, terminal, atau kawasan industri, serta membongkar jaringan yang selama ini memberikan perlindungan atau pembiaran terhadap aksi premanisme. Tidak hanya itu, Polri juga harus proaktif dalam menindak ormas yang menyalahgunakan identitas atau simbol keagamaan untuk menekan masyarakat dan melakukan pelanggaran hukum.
Langkah-langkah tersebut perlu dipublikasikan secara luas agar masyarakat mengetahui bahwa negara hadir dan serius dalam melindungi warga dari aksi preman dan ormas yang meresahkan. Transparansi dalam pelaksanaan tugas Satgas sangat penting, bukan hanya untuk membangun kepercayaan publik, tetapi juga untuk memastikan tidak adanya penyalahgunaan kewenangan oleh aparat di lapangan.
Evaluasi berkala juga harus dilakukan agar Satgas ini tidak hanya bersifat reaktif, tetapi mampu bergerak secara sistematis dan berkelanjutan. Pemerintah dan aparat penegak hukum perlu menyiapkan mekanisme pengaduan masyarakat yang mudah diakses, serta menjamin perlindungan terhadap pelapor dari potensi intimidasi. Dengan begitu, partisipasi masyarakat dalam upaya pemberantasan premanisme dapat tumbuh.
Selain pendekatan represif, pemerintah juga perlu mengedepankan pendekatan preventif dan rehabilitatif. Banyak pelaku premanisme yang sejatinya terdorong oleh faktor ekonomi dan sosial. Untuk itu, Satgas juga perlu berkolaborasi dengan kementerian terkait untuk menyiapkan program pembinaan dan pemberdayaan bagi mereka yang ingin keluar dari dunia premanisme. Dengan sinergi lintas sektor yang kuat, keterlibatan aktif Polri, serta dukungan masyarakat luas, Satgas ini diharapkan tidak hanya menjadi simbol komitmen pemerintah, tetapi benar-benar mampu menurunkan angka premanisme dan menjamin rasa aman di tengah masyarakat.
Baca juga: Antisipasi Aksi Kejahatan, Polri Bentuk Satgas Begal
*Dosen Mass Communication Binus University