Channel9.id – Jakarta. Komite Independen Pemilihan (KIP) Nangroe Aceh Darussalam telah menyepakati Pilkada Aceh digelar pada 2022. Tahapan Pilkada Aceh rencananya dimulai pada April 2021 dan pencoblosan dijadwalkan pada 17 Februari 2022. Keputusan itu tidak bisa dibenarkan.
Menanggapi hal itu, Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) menyatakan, keputusan KIP Aceh yang sepihak memutuskan Pilkada digelar pada 2022 dengan mengacu UU Pemerintahan Aceh (UU PA), melampaui kewenangan hukum yang ada. Mengingat, hukum yang ada secara implisit menyatakan bahwa Pilkada 2022 dan 2023 diselenggarakan secara serentak pada 2024.
“Sudah ditegaskan dalam pasal 201 Ayat 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 menentukan bahwa penyelenggaraan pilkada serentak secara nasional diselenggarakan pada November 2024,” kata Peneliti Kepemiluan Sindikasi Pemilu dan Demokrasi Erik Kurniawan, Selasa 16 Februari 2021.
Di samping itu, Erik menilai, keputusan KIP Aceh ini memiliki tendensi atas kepentingan sejumlah pihak yang ingin Pilkada Gubernur tetap dilaksanakan pada 2022 sebagai pemanasan menjelang pemilu 2024. Sebab, agenda politik elektoral 2022 dan 2023 menyertakan beberapa provinsi strategis seperti Aceh, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
“Peta geografis politik tersebut bisa menjadi parameter awal dalam mengukur sejauh mana kekuatan politik masing-masing pihak. Oleh karena itu, tidak heran jika kekuatan politik akan bertarung dalam menentukan apakah Pilkada 2022 dan 2023 akan berjalan atau tidak,” tegas Erik.
Erik menyatakan, KIP Aceh seharusnya menunggu konsesus nasional yang dituangkan dalam UU Pemilu sebagai dasar hukum dalam penyelenggaraan Pilkada, bukannya mengacu kepada UU PA. Menurut Erik, KIP Aceh tidak dibenarkan menentukan jadwal pelaksanaan Pilkada dengan mengacu pada UU PA.
“Tidak bisa dibenarkan bahwa kekhususan yang diatur dalam UU PA juga mencakup mengenai kewenangan KIP Aceh dalam menentukan jadwal pelaksanaan Pilkada. Kekhususan yang diberikan oleh UU PA terbatas pada syarat pencalonan kepala daerah dan partai politik lokal,” ujar Erik.
Karena itu, Erik menyarankan DPR segera menyelesaikan RUU Pemilu. Sebab, RUU Pemilu tersebut akan mengatur desain penyelenggaraan pilkada serentak dan model keserentakan pemilu. Sehingga memberikan kepastian atas dinamika politik yang ada.
“Agenda pembahasan RUU Pemilu menjadi urgen untuk diselesaikan pada tahun ini untuk memberikan kepastian atas dinamika politik yang ada. Termasuk mencegah blunder seperti kasus keputusan KIP Aceh yang secara sepihak menentukan jadwal pilkada dapat dihindari,” pungkasnya.
Sebelumnya, Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Bachtiar menegaskan, Pilkada tetap dilaksanakan pada 2024. Keputusan tersebut sesuai dengan amanat UU yang tertuang dalam UU No 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
“Sesuai UU Pilkada Pasal 201 Ayat 8, Pilkada di seluruh NKRI dilaksanakan 2024,” kata Bachtiar beberapa waktu lalu.
Bachtiar juga menegaskan, pelaksanaan pemilihan kepala daerah tetap dilaksanakan berdasarkan UU yang ada. Adapun fokus pemerintah saat ini ialah menghadapi pandemi Covid-19, mengatasi berbagai persoalan dari aspek kesehatan hingga dampak ekonomi yang ditimbulkan akibat pandemi sehingga RUU pemilu perlu ditunda.
HY